Cara Menjaga Ikatan Pernikahan

Hubungan pernikahan memerlukan rasa pengertian yang mendalam antara suami-istri. Beberapa tips untuk menjaga hubungan itu: Suami bukan Penguasa
Meskipun Islam menjadikan suami sebagai pemimpin rumah tangga, tapi bukan kepemimpinan diktator atau tiran. Suami harus melayani istri dengan baik. Nabi SAW pernah bersabda “Sebaik-baik kalian ialah orang yang paling baik perilakunya terhadap istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik dari kalian dalam memperlakukan istri” (HR At Tirmizi dan dishahihkan oleh Al Albani).

Menjadi Partner

Buatlah keputusan bersama untuk keluarga. Keharmonisan rumah tangga akan lebih jika keputusan yang diambil tidak sepihak dan semua anggota keluarga menjadi bagian dari pengambilan keputusan tersebut.

Jangan Emosional

Jangan pernah emosional baik secara fisik maupun mental kepada pasangan. Nabi SAW tidak pernah menyakiti istrinya. Nabi SAW pernah bersabda “bagaimana mereka bisa berbuat menjadikan istri-istri mereka di siang hari sebagai budak, dan tidur dengan istri mereka di malam hari.”
Menjaga Lisan
Hati-hati dengan ucapan yang engkau katakan ketika dalam keadaan sedih atau emosional. Terkadang akan keluar ungkapan yang tidak pernah diucapkan ketika tidak marah.
Tunjukkan Apresiasi
Jangan pernah membuat pasangan merasa bahwa dia tidak cukup baik pada keluarga atau tidak memuaskan dengan apa yang dia lakukan atau perkerjaannya. Nabi SAW bersabda “pada hari kiamat nanti, Allah tidak akan melihat wanita yang tidak berterima kasih kepada suaminya”.
Berkomunikasi
Komunikasi adalah hal yang penting. Komunikasi, komunikasi, komunikasi! adalah kata-kata yang sering diucapkan dalam konseling dan memang hal tersebut perlu dilakukan. Suami istri perlu saling berbicara. Lebih baik jika dalam menghadapi masalah dibicarakan lebih dini dan terbuka,
Banyak Bersyukur
Jangan merasa cemburu dengan orang lain yang hidup lebih baik daripada kita. Allah yang memberikan rezeki. Melihat orang lain yang hidup kurang dari kita akan membuat kita bersyukur. Dan ini akan memberikan banyak manfaat kepada kita.
Berikan Pasangan Waktu untuk Sendiri
Bila pasangan Anda tidak ingin selalu bersama sepanjang waktu, tidak berarti dia tidak mencintai Anda. Orang membutuhkan waktu untuk sendiri dengan berbagai alasan. Terkadang mereka ingin membaca, memikirkan masalah pribadi atau hanya ingin rileks. Jangan membuat mereka merasa berdosa ketika ingin sendiri.
Mengakui Kesalahan
Ketika membuat kesalahan, akui. Ketika pasangan membuat sebuah kesalahan, segera maafkan. Jangan membawa kemarahan di waktu tidur.
Jaga Rahasia
Jangan pernah mendiskusikan pernak-pernik pernikahan dengan orang lain, kecuali jika ada alasan syar’i untuk melakukannya. Beberapa suami-istri, sengaja atau tidak, kerap membicarakan kondisi fisik pasangan mereka kepada orang lain.
Begitulah, pernikahan yang baik memerlukan kesabaran dan keramahan, pengorbanan, empati, cinta, pengertian, kerja keras, saling memaafkan. Semuanya dapat dirangkaikan dalam satu kalimat: selalu memperlakukan pasangan dengan cara seperti kita inginkan orang lain lakukan terhadap kita
AyoNikah.net

Karakteristik Rumah Tangga Islami

 
 
Untuk menegakkan bangunan masyarakat Islami, penyangga utamanya adalah rumah tangga Islami. Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan rumah tangga Islami? Apakah dengan semua anggota keluarganya beragama Islam lantas sudah disebut rumah tangga Islami? Kenyataannya, betapa banyak keluarga muslim yang tidak menampakkan kehidupan yang Islami. Rumah tangga Islami adalah sebuah rumah tangga yang didirikan di atas landasan ibadah yang di dalamnya ditegakkan adab-adab Islam, baik menyangkut individu maupun keseluruhan anggota rumah tangga. Mereka bertemu dan berkumpul karena Allah, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, serta saling menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar, karena kecintaan mereka kepada Allah. Mereka betah tinggal di dalamnya karena kesejukan iman dan kekayaan ruhani. Mereka berkhidmat kepada Allah swt dalam suka maupun duka, dalam keadaan senggang maupun sempit.

Rumah tangga Islami adalah rumah yang di dalamnya terdapat iklim yang sakinah (tenang), mawadah (penuh cinta), dan rahmah (sarat kasih sayang). Perasaan itu senantiasa melingkupi suasana rumah setiap harinya. Seluruh anggota keluarga merasakan suasana “surga” di dalamnya. Baiti jannati, demikian slogan mereka sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Subhanallah!
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar-Ruum 30:21)
Prinsip-prinsip dasar rumah tangga bisa disebut Islami dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut.
Pertama, Tegak di Atas Landasan Ibadah
Rumah tangga Islami harus didirikan dalam rangka beribadah kepada Allah semata. Artinya, sejak proses memilih jodoh, landasannya haruslah benar. Memilih pasangan hidup haruslah karena kebaikan agamanya, bukan sekedar karena kecantikan atau ketampanan wajah, kekayaan, maupun atribut-atribut fisikal lainnya. Proses bertemu dan menjalin hubungan hingga kesepakatan mau melangsungkan pernikahan harus tidak lepas dari prinsip ibadah. Prosesi pernikahannya pun, sejak akad nikah hingga walimah, tetap dalam rangka ibadah, dan jauh dari kemaksiatan. Sampai akhirnya, mereka menempuh bahtera kehidupan dalam suasana ta’abudiyah (peribadahan) yang jauh dari dominasi hawa nafsu.
Kedua, Nilai-Nilai Islam dapat Terinternalisasi Secara Kaffah
Internalisasi nilai-nilai Islam secara kaffah (menyeluruh) harus terjadi dalam diri setiap anggota keluarga, sehingga mereka senantiasa komit terhadap adab-adab Islami. Untuk itu, rumah tangga Islami dituntut untuk menyediakan sarana-sarana tarbiyah yang memadai, agar proses belajar, mencerap nilai dan ilmu, sampai akhirnya aplikasi dalam kehidupan sehari-hari bisa diwujudkan.
Ketiga, Hadirnya Qudwah yang yata
Diperlukan qudwah (keteladanan) yang nyata dari sekumpulan adab Islam yang hendak diterapkan. Orang tua memiliki posisi dan peran yang sangat penting dalam hal ini. Sebelum memerintahkan kebaikan atau melarang kemungkaran kepada anggota keluarga yang lain, pertama kali orang tua harus memberikan keteladanan.
Keempat, Masing-Masing Anggota Keluarga Diposisikan Sesuai Syariat
Dalam rumah tangga Islami, masing-masing anggota keluarga telah mendapatkan hak dan kewajibannya secara tepat dan manusiawi. Suami adalah pemimpin umum yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup rumah tangga. Istri adalah pemimpin rumah tangga untuk tugas-tugas internal.
Kelima, Terbiasakannya Ta’awun dalam Menegakkan Adab-Adab Islam Berkhidmat dalam kebaikan tidaklah mudah, amat banyak gangguan dan godaannya. Jika semua anggota keluarga telah bisa menempatkan diri secara tepat, mka ta’awun (tolong-menolong) dalam kebaikan ini akan lebih mungkin terjadi.
Keenam, Rumah Terkondisikan bagi Terlaksananya Peraturan Islam
Rumah tangga Islami adalah rumah yang secara fisik kondusif bagi terlaksananya peraturan Islam. Adab-adab Islam dalam kehidupan rumah tangga akan sulit diaplikasikan jika struktur bangunan rumah yang dimiliki tidak mendukung.
Ketujuh, Tercukupinya Kebutuhan Materi secara Wajar
Demi mewujudkan kebaikan dalam rumah tangga Islami itu, tak lepas dari faktor biaya. Memang materi bukanlah segala-galanya. Ia bukan pula merupakan tujuan dalam kehidupan rumah tangga tersebut. Akan tetapi, tanpa materi, banyak hal tak bisa didapatkan.
Kedelapan, Rumah Tanggga Dihindarkan dari Hal-Hal yang Tidak Sesuai dengan Semangat Islam
Menyingkirkan dan menjauhkan berbagai hal dalam rumahtangga yang tak sesuai dengan semangat keislaman harus dilakukan. Pada kasus-kasus tertentu yang dapat ditolerir, benda-bendam hiasan, dan peralatan harus dibuang atau dibatasi pemanfaatannya.
Kesembilan, Anggota Keluarga Terlibat Aktif Dalam Pembinaan Masyarakat
Rumah tangga Islami harus memberikan kontribusi yang cukup bagi kebaikan masyarakat sekitarnya, sebagai sebuah upaya pembinaan masyarakat (ishlah al-mujtama’) menuju pemahaman yang benar tentang nilai-nilai Islam yang shahih, untuk kemudian berusaha bersama-sama membina diri dan keluarga sesuai dengan arahan Islam. Betapa pun taatnya keluarga kita terhadap norma-norma Ilahiyah, apabila lingkungan sekitar tidak mendukung, pelarutan-pelarutan nilai akan mudah terjadi, lebih-lebih pada anak-anak.
Kesepuluh, Rumah Tangga Dijaga dari Pengaruh Lingkungan yang Buruk
Dalam kondisi keluarga islami yang tak mampu memberikan nilai kebaikan bagi masyarakat sekitar yang terlampau parah kerusakannya, maka harus dilakukan upaya-upaya serius untuk, paling tidak, membentengi anggota keluarga. Harus ada mekanisme penyelamatan internal, agar tak larut dan hanyut dalam suasana jahili masyarakat di sekitarnya. Pada suatu kasus yang sudah amat parah, keluarga muslim bahkan harus meninggalkan lokasi jahiliyah itu dan mencari tempat lain yang lebih baik. Hal ini dilakukan demi kebaikan mereka.
Demikianlah beberapa karakter dasar sebuah rumah tangga yang Islami. Dengan adanya bangunan rumah tangga Islami, rumah tangga teladan yang menjadi panutan dan dambaan umat inilah, maka masyarakat Islami dapat diwujudkan.

7 Cara Meraih Simpati dan Hati Mertua

Hubungan Anda dan pasangan sudah mantap. Kini waktunya mengambil hati calon mertua. Ini caranya! Setelah berhasil meluluhkan hati pasangan, tak ada salahnya juga untuk membuat seluruh keluarganya menyukai Anda. Hal ini akan membuat jalannya hubungan semakin lancar. Berikut beberapa tips yang dikutip dari sheknows.
1. Sopan santun
Ini merupakan hal yang paling penting. Kenali benar budaya keluarga pasangan. Pertama kali bertemu, jangan lupa untuk berpakaian sopan. Tak perlu terlihat kuno, asal rapi dan elegan. Tak ada salahnya untuk mencium tangan orang tuanya jika memang itu budaya yang berlaku dalam keluarga pasangan. Ucapkan ‘Tolong’, dan ‘Terima kasih’ di saat yang tepat. Bersikaplah ramah. Jangan terlalu tegang karena Anda justru akan tampak aneh
2. Memuji
Pujian tulus akan menghangatkan suasana. Makanan yang disajikan, penampilan ibunya, atau talenta musik sang adik bisa jadi pujian. Namun ingat, lakukan dengan tulus, dan jangan berlebihan.

3. Bertanya
Bertanya merupakan tanda perhatian. Bertanya juga merupakan tanda bahwa Anda peduli dan ingin mengenal lebih jauh mengenai keluarga pasangan. Tak ada salahnya untuk mengajukan pertanyaan ringan seputar kegiatan pasangan Anda saat di rumah. Namun jangan terlalu mendalam, salah bertanya justru akan membuat Anda terlihat tidak sopan.
4. Tersenyumlah
Jangan lupa untuk tersenyum. Hal ini akan semakin memancarkan keramahan Anda. Tersenyumlah dengan tulus. Tunjukkan bahwa Anda menikmati kebersamaan bersama keluarga pasangan.
5. Membantu
Tunjukkan bahwa Anda adalah seseorang yang suka membantu. Ikut membereskan meja makan, menyajikan camilan dan minum, akan membuat calon ibu mertua Anda terkesan.
6. Follow-up
Pertemuan pertama sudah dilakukan. Namun bukan berarti Anda menjadi tak peduli lagi dengan keluarga pasangan. Sesekali menelepon calon ibu mertua, atau mengajak adik perempuan pasangan untuk ke salon atau berbelanja bersama akan semakin mendekatkan diri Anda pada mereka. Anda juga memiliki kesempatan lebih untuk dikenal dan mengenal.
7. Ulangi lagi
Jangan bosan untuk mengulang-ulang langkah-langkah di atas. Keluarga juga pasangan akan terkesan serta semakin menyanyangi Anda.

Cemburu Perlukah?

Cemburu seringkali menghiasi perkawinan. Andaikan perkawinan tanpa cemburu rasanya sayur tanpa bumbu. Dengan kata lain cemburu adalah bumbu dari perkawinan. Namun bila kecemburuan itu tidak terkontrol, maka hal itu akan menjadi masalah bagi suami atau istri. Karena, suami atau istri bila dicemburui terus akan membuatnya jengkel. Demikian pula bagi suami atau istri pencemburu, sehingga dia selalu dihantui oleh perasaan takuk, gelisah, bahkan bisa membuatnya stress. Bila hal ini terjadi, maka kehidupan dalam perkawinan tidak terasa tentram dan bahagia. Kehidupan suami istri akan tidak harmonis bila salah satu pihak atau kedua-duanya tidak saling percaya,tidak mengerti dan memahami, tidak saling menghargai, dan tidak saling menerima. Oleh karena itu, penting bagi suami atau istri untuk saling memahami pekerjaan atau profesi masing-masing. Karena dalam suatu pekerjaan atau profesi masing-maing, karena dalam suatu pekerjaan atau profesi slalu berhubungan dengan banyak orang. Misalnya seorang PR (public relations) akan dituntut untuk berhubungan dengan semua orang. Dia harus melayani dan menerima tamu dengan baik sebagai relasi atau rekanan perusahaan.
Ada beberapa perihal cemburu yang perlu kita ketahui, yaitu:
1. Cemburu itu belum tentu betulan, tapi hanya menginginkan kerinduan untuk disayang.
Ini sering terjadi di masyarakat. Banyak istri atau suami dicemburui merasa muak. Lalu suami atau istri marah-marah. Tidak jarang terjadi percekcokan yang luar biasa. Dampaknya, istri atau suami jadi ngambek. Kalau sudah ngambek secara psikologis akan berdampak pada permasalahan lain. Mungkin istri jadi main sabotase ekonomi. Akhirnya mereka hanya diam dan bungkam. Dampaknya hubungan suami istri terasa dingin. Tak ada lagi canda tawa. Padahal, kalau mendeteksi lebih jauh lagi, cemburu itu belum tentu wujud dari cemburu, tapi pasangan suami istri hanya rindu untuk disayang. Dia juga rindu untuk dibelai, disapa dengan kata-kata lembut dan manis. Dengan demikian, kerinduan terhadap kasih sayang ini akan menimbulkan rasa cemburu. Apalagi jika pasangan suami istri yang semula hangat, tapi mendadak berubah hambar. Tentu si istri atau suami akan curiga, dengan kemungkinan adanya orang ketiga dalam rumah tangga mereka.
2. Cemburu itu perlu, asalakan tidak buta.
Karena cemburu itu wujud kasih sayang. Karena cemburu yang berlebihan akan menimbulkan raasa tidak percaya pada pasangan. Pernahkah kita mendengar cemburu buta? Artinya, cemburu yang tidak berdasarkan argumentasi yang nyata. Asalkan ada issu langsung saja cemburu. Tanpa check atau recheck. Dampaknya orang seperti itu mudah dipermainkan issu. Dengan kata lain, mereka hanya dipermainkan perasaannya, tiap waktu diombang-ambingkan gelombang. Cemburu buta memang tidak berdasarkan data-data yang akurat.
3. Cemburu itu menghilangkan kepercayaan diri.
Jika suami atau istri cemburu, bisa dipastikan sekian persen bahwa ia telah kehilangan percaya akan dirinya. Dampaknya, berubah menjadi kecemburuan yang luar biasa. Istri atau suami menganggap dirinya merasa rendah bila dibandingkan dengan si dia. Kondisi ini akan membuat suami atau istri semakin tenggelam dalam kecemburuan.
4. Cemburu itu wujud perasaan takut kehilangan kasih sayang, cinta dan status.
Dalam hal ini, cemburu diisyaratkan sebafai ketakutan yangb berlebihan. Cinta itu memang punya kecenderungan monogamy. Artinya, cinta itu enggan untuk dibagi. Pembagian cinta ibarat dengan penyelewengan. Karenanya wajar jika mereka takut kehilangan yang paling berharga (suami/istri/kekasih). Oleh karena itu, wajar pula jika seseorang yang mempertahankan barang miliknya berupaya dengan segala cara dan upaya untuk tetap mempertahankannya.
5. Merasa senang dicemburuiu.
Bila suami atau istri merasa senang di cemburui, itu berarti pertanda protes. Dia ingin menunjukkan bahwa dirinya punya kelebihan dan terbukti masih ada orang lain yang naksir dirinya. Tingkahlaku yang ditampilkannya merupakan untuk mencari perhatian dari suami atau istri.
Dari semua macam cemburu di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa cemburu adalah salah satu nuansa perkawinan. Cemburu adalah hal normal pada setiap orang, selama cemburu itu masih dalam batas-batas yang wajar dan rasional. Cemburu dapat juga meningkatkan kualitas perkawinan, sehingga hubungan suami istri semakin hangat dan mesra. Justru akan aneh bila suami atau istri tidak mempunyai perasaan cemburu bila melihat suami atau istri dekat dengan seseorang. Itu berarti rasa cinta dan rasa memiliki dari suami atau istri kurang, dan hal ini yang akan merusak ikatan perkawinan. Dan yang terpenting bagaimana kita mengolah cemburu itu jadi energy yang dapat memajukan perkawinan, bukan sebaliknya. Cemburu masih diperlukan, asalkan sebatas untuk memupuk kasih sayang.

Belajarlah dari mereka... (So Inspired)

Dimanapun Anda berada, untuk sejenak mari kita merenung dan meresapi kehidupan yang telah kita dapatkan saat ini. Sudahkah kita bersyukur atas segala yang telah kita miliki dan nikmati hari ini? Mari kita perhatikan dengan seksama beberapa keadaan dibawah ini, lihat dan rasakanalah dgn hatimu . . . . .

Jika kita memiliki Gedung yang tinggi, Apartement mewah, coba lihatlah mereka.



Jikalau kita kira pekerjaan kita memuakan, 
bagaimana dengan dia?

Jikalau kita kira gaji kita rendah, bagaimana dengan dia?



Seorang sahabat adalah siapapun!




Jikalau kita kira belajar adalah membosankan,
bagaimana dgn dia ?



Ketika kita merasa putus asa,
mari sejenak kita berfikir tentang pria ini ?



Masihkah kita bermalas-malasan?



Jika kita sering "ngedumel" tentang sistem transportasi yang ada saat ini. Bagaimana dengan mereka?



Dahulu di saat kita kecil dimanja dan di sayang,
Bagaimana dgn dia? nampak manjakah dia?



Kita sering mengeluh tentang makanan yang sedang kita santap,
bagaimana dgn dia?



Masihkah kita berfikir untuk membentak dan melawan ibu kita?




Sudahlah kita mengasuhnya dengan baik, toh pada akhirnya kelak kita akan seperti dia, tua, renta dan pikun?



















 

Sahabat . . .

bersyukurlah dengan apa yang kita dapat saat ini . . . . dan smoga renungan yang sedikit ini dapat membawa kita semua kepada Pemberi Nikmat yang sesungguh'Nya ! yang senantiasa kita naifkan, lupakan dan abaikan .

Bertengkar Islami

Bertengkar adalah fenomena yang sulit dihindari dalam kehidupan berumah tangga, kalau ada seseorang berkata: “Saya tidak pernah bertengkar dengan isteri saya !” Kemungkinannya dua, boleh jadi dia belum beristeri, atau ia tengah berdusta. Yang jelas saya dengan istri sering menikmati sa’at-sa’at bertengkar, sebagaimana lebih menikmati lagi sa’at sa’at tidak bertengkar :)
Bertengkar itu sebenarnya sebuah keadaan diskusi, hanya saja
dihantarkan dalam muatan emosi tingkat tinggi. Kalau tahu etikanya, dalam
bertengkarpun kita bisa mereguk hikmah, betapa tidak, justru dalam pertengkaran, setiap kata yang terucap mengandung muatan perasaan yang sangat dalam, yang mencuat dengan desakan energi yang tinggi, pesan pesannya terasa kental, lebih mudah dicerna ketimbang basa basi tanpa emosi. Baiklah, hari ini saya ingin paparkan resep keluarga kami dalam
melangsung kan sebuah pertengkaran, alhamdulillah telah saya jalani selama beberapa tahun, dan berhasil membangun keadaan yang senantiasa lebih asyik daripada sebelum terjadi pertengkaran.
Ketika saya dan si pencuri [hati saya] — eh enggak koq dia tidak curi
hati saya, malah saya kasikan dengan ikhlas dibarter hatinya yg tulus–awal
bertemu, setelah saya tanya apakah ia bersedia berbagi masa depan
dengan saya, dan jawabannya tepat seperti yang diharap, kami mulai
membicarakan seperti apa suasana rumah tangga ke depan. Salah satu diantaranya adalah tentang apa yang harus dilakukan kala kita bertengkar, dari beberapa perbincangan via tulisan plus waktu yang mematangkannya, tibalah kami pada sebuah Memorandum of Understanding, bahwa kalau pun harus bertengkar maka :
1. Kalau bertengkar tidak boleh berjama’ah.
Cukup seorang saja yang marah-marah, yang terlambat mengirim sinyal nada tinggi harus menunggu sampai yang satu reda. Untuk urusan marah pantang berjama’ah, seorangpun sudah cukup membuat rumah jadi meriah. Ketika ia marah dan saya mau menyela, segera ia berkata “STOP” ini giliran saya !
Saya harus diam sambil istighfar. Sambil menahan senyum saya berkata
dalam hati : “kamu makin cantik kalau marah,makin energik …”
Dan dengan diam itupun saya merasa telah beramal sholeh, telah menjadi
jalan bagi tersalurkannya luapan perasaan hati yang dikasihi… “duh
kekasih .. bicaralah terus, kalau dengan itu hatimu menjadi lega, maka
dipadang kelegaan perasaanmu itu aku menunggu …..”
Demikian juga kalau pas kena giliran saya “yang olah raga otot muka”,
saya menganggap bahwa distorsi hati, nanah dari jiwa yang tersinggung
adalah sampah, ia harus segera dibuang agar tak menebar kuman, dan saya
tidak berani marah sama siapa siapa kecuali pada isteri saya :) maka kini
giliran dia yang harus bersedia jadi keranjang sampah. pokoknya khusus
untuk marah, memang tidak harus berjama’ah, sebab ada sesuatu yang lebih
baik untuk dilakukan secara berjama’ah selain marah :)
2. Marahlah untuk persoalan itu saja, jangan ungkit yang telah terlipat
masa. Siapapun kalau diungkit kesalahan masa lalunya, pasti terpojok, sebab
masa silam adalah bagian dari sejarah dirinya yang tidak bisa ia ubah.
Siapapun tidak akan suka dinilai dengan masa lalunya. Sebab harapan
terbentang mulai hari ini hingga ke depan. Dalam bertengkar pun kita
perlu menjaga harapan, bukan menghancurkannya. Sebab pertengkaran di
antara orang yang masih mempunyai harapan, hanyalah sebuah foreplay, sedang pertengkaran dua hati yang patah asa, menghancurkan peradaban cinta yang telah sedemikian mahal dibangunnya. (sampai hari ini, biaya
pernikahan saya masih harus terus saya cicil, sayangkan kalau di delete begitu saja…:)
Kalau saya terlambat pulang dan ia marah,maka kemarahan atas
keterlambatan itu sekeras apapun kecamannya, adalah “ungkapan rindu
yang keras”. Tapi bila itu dikaitkan dgn seluruh keterlambatan saya, minggu lalu, awal bulan kemarin dan dua bulan lalu, maka itu membuat saya terpuruk jatuh.
Bila teh yang disajinya tidak manis (saya termasuk penimbun gula),
sepedas apapun saya marah,maka itu adalah “harapan ingin disayangi
lebih tinggi”. Tapi kalau itu dihubungkan dgn kesalahannya kemarin dan tiga hari lewat, plus tuduhan “Sudah tidak suka lagi ya dengan saya”,maka saya telah menjepitnya dengan hari yang telah pergi, saya menguburnya di masa lalu, ups saya telah membunuhnya, membunuh cintanya. Padahal kalau cintanya mati, saya juga yang susah …. OK, marahlah tapi untuk kesalahan semasa, saya tidak hidup di minggu lalu, dan ia pun milik hari ini …..
3. Kalau marah jangan bawa bawa keluarga !
Saya dengan isteri saya terikat masa 13 tahun, tapi saya dengan ibu dan
bapak saya hampir dua kali lipat lebih panjang dari itu, demikian juga
ia dan kakak serta pamannya. Dan konsep Quran, seseorang itu tidak
menanggung kesalahan fihak lain (QS.53:38-40).
Saya tidak akan terpantik marah bila cuma saya yang dimarahi, tapi
kalau ibu saya diajak serta, jangan coba coba. Begitupun dia, semenjak saya
menikahinya, saya telah belajar mengabaikan siapapun di dunia ini
selain dia, karenanya mengapa harus bawa bawa barang lain ke kancah “awal
cinta yang panas ini”. Kata ayah saya : “Teman seribu masih kurang, musuh satu terlalu banyak”. Memarahi orang yang mencintai saya, lebih mudah dicari ma’afnya dari pada ngambek pada yang tidak mengenal hati dan diri saya..”. Dunia sudah diambang pertempuran, tidak usyah ditambah tambah dengan memusuhi mertua !
4. Kalau marah jangan di depan anak anak !
Anak kita adalah buah cinta kasih, bukan buah kemarahan dan kebencian.
Dia tidak lahir lewat pertengkaran kita, karena itu, mengapa mereka
harus menonton komedi liar rumah kita. Anak yang melihat orang tua nya
bertengkar, bingung harus memihak siapa. Membela ayah, bagaimana
ibunya. Membela ibu, tapi itu ‘kan bapak saya.
Ketika anak mendengar ayah ibunya bertengkar :
Ibu : “Saya ini cape, saya bersihkan rumah, saya masak, dan kamu
datang main suruh begitu, emang saya ini babu ?!!!”
Bapak : “Saya juga cape, kerja seharian, kamu minta ini dan itu dan
aku harus mencari lebih banyak untuk itu, saya datang hormatmu tak ada,
emang saya ini kuda ????!!!!
Anak : “…… Yaaa …ibu saya babu, bapak saya kuda ….. terus
saya ini apa ?”
Kita harus berani berkata : “Hentikan pertengkaran !” ketika anak
datang, lihat mata mereka, dalam binarannya ada rindu dan kebersamaan. Pada
tawanya ada jejak kerjasama kita yang romantis, haruskah ia mendengar kata basi
hati kita ???
5. Kalau marah jangan lebih dari satu waktu shalat !
Pada setiap tahiyyat kita berkata : “Assalaa-mu ‘alaynaa wa ‘alaa
‘ibaadil-ahissholiihiin” Ya Allah damai atas kami, demikian juga atas hamba
hambamu yg sholeh …. Nah andai setelah salam kita cemberut lagi, setelah
salam kita tatap isteri kita dengan amarah, maka kita telah mendustai Nya,
padahal nyawamu ditangan Nya. OK, marahlah sepuasnya kala senja, tapi
habis maghrib harus terbukti lho itu janji dengan Ilahi ….. Marahlah habis
shubuh, tapi jangan lewat waktu dzuhur, Atau maghrib sebatas isya …
Atau habis isya sebatas …. ???
Nnngg .. Ah kayaknya kita sepakat kalau habis isya sebaiknya memang
tidak bertengkar … :)
6. Kalau kita saling mencinta, kita harus saling mema’afkan
(Hikmah yang ini saya dapat belakangan, ketika baca di koran resensi
sebuah film). Tapi yang jelas memang begitu, selama ada cinta, bertengkar
hanyalah “proses belajar untuk mencintai lebih intens” Ternyata ada yang masih setia dengan kita walau telah kita maki-maki.
Ini saja, semoga bermanfa’at, “Dengan ucapan syahadat itu berarti kita
menyatakan diri untuk bersedia dibatasi”.

Wahai Istri Segera Temuilah Panggilan Suamimu

“Demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidur (untuk berhubungan suami-istri), kemudian ia tidak memenuhi panggilannya, melainkan Dia yang ada di atas langit (Allah), murka kepadanya, hingga suaminya itu rida kepadanya “ (HR.Muslim) Hadits itu disebutkan dosen fiqh beberapa minggu lalu ketika membahas tentang hak-hak suami istri. Beliau menjelaskan (dalam bahasa Arab yang artinya kurang lebih) “Jadi, seorang istri wajib untuk memenuhi panggilan suaminya selama ia tidak memiliki udzur (seperti sakit, haid dan perkara lainnya yang dibolehkan syariat). Bahkan dalam riwayat lain disebutkan bahwa sekalipun ia (si istri) sudah di atas hewan tunggangannya, maka ia wajib memenuhi panggilan suaminya. Makanya kalau si istri sudah sampai airpot mau naik pesawat yang berangkat ke Amerika, misalnya, lalu suaminya menelepon, ‘Saya ingin ‘sesuatu’ sama kamu, ‘ maka itu wajib dipenuhi. “
Kami tertawa, merasa geli dengan contoh yang beliau berikan. Beliau memang sering menyebutkan contoh yang menggelitik (menurut kami) ketika mengajar.
“Karena itu, seorang istri harus memperhatikan hak-hak suaminya. Memperhatikan rumah dan anak-anaknya, karena itu merupakan tanggung jawabnya. Jangan sampai ia sibuk di luar rumah sehingga terbengkalailah hak suami, “ ujar beliau. “Dan jangan pula si suami sibuk bekerja di luar, ia juga sibuk di luar, lantas siapa yang akan membimbing anak-anak? Apakah mau diserahkan kepada pembantu? Sedangkan pembantu zaman sekarang kebanyakan mereka fasik, tidak mengerti agama. “
Beliau lalu berkata, “Makanya saya nasehatkan bagi tolibat (para mahasiswi) setelah lulus dari sini tetap mengutamakan dan memperhatikan rumah (keluarga) dibandingkan mengajar. “
Mendengar itu saya jadi penasaran. “Ustadz, kalau begitu, apakah tolibat memilliki tanggung jawab dakwah di luar (rumah)? ” tanya saya.
Beliau menjawab, “Tidak, Urusan terkait dakwah (di luar) itu, ada di pundak kaum pria, bukan wanita. Makanya di kalangan salafussaleh dulu tak ada wanita yang keliling berdakwah, mengajar kesana-kesini meninggalkan rumahnya. Coba perhatikan Aisyah istri nabi. Beliau berdakwah, tapi itu di rumahnya, bukan di luar. Justru murid-muridnya lah ketika itu yang berdatangan ke rumahnya untuk menimba ilmu. “
Kemudian beliau berkata, “Kalau mengajar sekali atau dua kali seminggu sih, ya masih wajar. Tapi kalau setiap hari keluar, ke sana-sini, menghabiskan banyak waktu di luar, ketika sampai di rumah lalu suaminya ingin ‘bersenang-senang’ dengannya, apa yang akan ia katakan? ‘Ah, capek. ‘ Ini jelas keliru. Menunaikan hak suami itu merupakan kewajibannya. (sedangkan dakwah bukan kewajibannya).“
Saya bertanya lagi untuk lebih jelas, “Jadi, sebenarnya tanggung jawab dakwah kepada para wanita dan ummahat itu asalnya ada di tangan kaum pria? “
Beliau menjawab, “Ya, kewajiban mendidik para istri dan ummahat, itu asalnya ada pada para suami. Tapi kalau mereka (para suami) tidak bisa dan tidak memiliki ilmu untuk mengajarkannya, barulah itu diserahkan pada orang lain yang mumpuni. Dan kalau keadaaanya sudah seperti itu (suami tak bisa mengajarnya) maka tak mengapa ia keluar untuk mempelajari perkara-perkara din yang vital baginya. “
Beliau juga berkata, “Diperbolehkan bagi seorang wanita untuk mengais rezeki di luar rumahnya, kalau ia memang memiliki hajat untuk itu, seperti membantu perekonomian keluarga yang tidak bisa dipenuhi suaminya, “
Kemudian menerangkan, “Akan tetapi, asalnya ia harus selalu memperhatikan urusan rumahnya dan tidak disibukkan dengan perkara di luar. Makanya dalam syariat, hanya pria yang diperintahkan untuk melakukan amalan yang banyak melibatkan fisik di luar seperti jihad, shalat berjamaah, dan lain-lain, sedangkan wanita tidak. “
Beliau menjelaskan lebih lanjut, “Dengan tidak diperintahkannya wanita melakukan amalan di luar, bukan berarti wanita tidak mendapatkan keutamaan apa-apa, mereka bisa pula menandingi amalan kaum pria. Disebutkan dalam suatu hadits, ‘Apabila seorang istri melaksanakan shalat lima waktu, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki. ‘ perhatikanlah keutamaan yang besar ini bagi wanita. “
Terima kasih ustadz, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas ilmu yang kau ajarkan. Ilmu yang sangat bermanfaat bagi kami.
Aduhai, seandainya saja para muslimah mendengar nasehatmu, ya ustadz, tentu itu akan bermanfaat untuk mereka, insya Allah.
Seandainya saja para muslimah menyadari keagungan hak-hak suami mereka tentu mereka tak akan melalaikannya karena alasan apapun, termasuk juga karena dakwah.
“Seandainya saja aku diperbolehkan memerintah seseorang untuk bersujud kepada orang lain, niscaya aku akan perintahkan seorang istri bersujud kepada suaminya. “ (HR. Tirmidzi)
“Lihatlah kedudukanmu di sisi suamimu, karena ia adalah surga dan nerakamu. “ (HR. Nasai)
Seandainya saja mereka menginsafi kalau anak-anak itu harta berharga yang membutuhkan perhatian dan bimbingan intensif, tentulah mereka tak akan membiarkan anak-anak mereka kebingungan memilih dan menjalani orientasi kehidupan mereka sehari-hari.
“Bila meninggal anak Adam, maka terputuslah seluruh amalannya, kecuali tiga hal, sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakannya. “ (HR.Muslim)
Seandainya saja mereka mengetahui bahwa melalui tangan-tangan telaten merekalah, Allah akan memunculkan para pejuang umat yang akan membebaskan Al-Quds dari kaum yang dimurkai Allah, mengusir penjajah kafir dari Irak dan Afganistan, melepaskan penderitaan orang-orang yang terzalimi di Chechnya dan di berbagai belahan bumi Allah lainnya, niscaya mereka tak akan menyianyiakan dan menelantarkan aset berharga itu.
Ah, seandainya saja mereka mengetahui bahwa kemuliaan dan kehormatan mereka itu ada di dalam rumah, niscaya mereka tak akan meninggalkannya karena alasan apapun dan karena siapapun, kecuali sekedarnya saja.

http://ayonikah.net/wahai-istri-segera-temuilah-panggilan-suamimu.html

20 Cara Membahagiakan Istri

Rumahku Surgaku. Itulah harapan sebuah pernikahan. Memang, tidak mudah untuk mewujudkan harapan tersebut, bisa-bisa rumahku menjadi nerakaku. Dibutuhkan kerjasama yang harmonis diantara suami dan istri ketika mengarungi bahtera pernikahan. Selain itu, dibutuhkan pemahaman mengenai cara memelihara pernikahan agar tetap harmonis dan tahan terhadap badai ujian.  Berikut penjelasan praktis dan padat karya Syekh Umar Bakri Muhammad "Nasihat Indah Untuk Suami Istri" yang diterbitkan oleh Cakrawala Publishing.
Rasulullah SAW bersabda :
 “ Yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik (perlakuannya) terhadap istri-istrinya dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap istri-istriku.”
Rasullullah SAW juga bersabda :
“ Tidak ada yang memuliakan wanita dengan sejati kecuali laki-laki yang pemurah (dermawan) dan tak seorangpun yang menghina mereka (wanita) kecuali laki-laki yang kasar.”
Tugas-tugas seorang suami kepada istrinya :
1.Hendaklah Anda selalu memperlihatkanlah wajah yang menyenangkan ketika masuk ke rumah, ucapkan salam Islam “assalaamu’alaikum” dengan senyuman yang manis, raih tangannya dan peluklah istri Anda dengan mesra.
2.Ketika berbicara, untaikan kalimat yang manis serta memikat istri Anda. Usahakan istri Anda merasa benar-benar diperhatikan dan menjadikannya wanita paling khusus untuk Anda. Untaian kalimat  yang disampaikan kepadanya hendaknya jelas (ulangi jika perlu) dan panggillah istri Anda dengan sebutan yang dia sukai seperti ; manisku, sayangku, cintaku dan lain sebagainya.
3.Meskipun Anda mempunyai beban kerja yang banyak, luangkanlah waktu untuk beramah tamah dan bercengkerama dengan istri Anda. Hal ini juga  dilakukan oleh Rasulullah SAW dimana beliau juga beramah tamah dan menghabiskan waktu bersama para istri beliau, meskipun pada saat itu beliau juga penuh dengan pekerjaan serta beban tanggung jawab yang sangat besar.
4.Mainkanlah suatu permainan ataupun selingan yang menggembirakan bersama istri Anda. Hal ini dinyatakan dalam suatu hadist bahwa Rasullah SAW bersabda :
“ Semua hal yang  di dalamnya tidak menyebut nama Allah SWT, adalah suatu kesia-siaan, kecuali dalam empat hal : seorang laki-laki yang sedang bermain dengan istrinya, melatih kuda, membidik di antara dua sasaran, serta mengajarkan berenang.”
5.Membantu pekerjaan sehari-hari rumah tangga.  Usahakan Anda membantu dan menolong istri Anda dengan tugas-tugas keseharian rumah tangga Anda, seperti membeli makanan, mempersiapkan makanan,  membersihkan serta mengatur rumah, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti ini akan membawa kebahagiaan tersendiri pada diri istri Anda dan tentu saja akan semakin memperkuat cinta Anda dan hubungan Anda bersama sang Istri.
6.Usahakan musyawarah selalu menghiasi rumah tangga Anda. Bermusyawarahlah dengan istri Anda, dalam setiap permasalahan. Pendapat yang di sampaikan Ummu Salamah kepada Rasulullah SAW pada saat perjanjian Hudaibiyyah adalah suatu kejadian yang sangat terkenal. Hal ini merupakan cara yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW untuk bermusyawarah dengan para istri dan para sahabat beliau.
7.Ketika Istri Anda sedang berkunjung ke tempat saudaranya, teman-temannya, serta orang-orang saleh, maka temanilah istri Anda.
8.Tata cara melakukan perjalanan dan meninggalkan istri di rumah. Jika Anda tidak bisa membawa serta istri Anda dalam perjalanan, maka ucapkanlah selamat tinggal dengan penuh rasa sayang, bekalilah istri Anda dengan persediaan kebutuhan sehari-hari dan uang secukupnya, mintalah istri Anda untuk mendo’akan Anda, sering-seringlah untuk menghubungi istri Anda. Jangan lupa untuk meminta pertolongan kepada orang yang Anda percayai untuk menjaga keluarga Anda selama Anda bepergian. Persingkat perjalanan Anda jika dirasa sudah tidak penting lagi dan pulanglah dengan membawa oleh-oleh. Hindari untuk pulang pada malam hari atau pada saat-saat yang tidak diharapkan.
9.Dukungan keuangan. Tumbuhkanlah sikap dermawan pada diri Anda (tidak pelit) dalam urusan pengeluaran rumah tangga Anda, tentunya harus sesuai dengan kemampuan keuangan Anda. Dukungan keuangan yang baik  (tidak boros tentunya) akan sangat berguna untuk memelihara kestabilan perkawinan Anda.
10.Buatlah diri Anda agar selalu berbau harum dan perindah penampilan Anda . Allah SWT itu indah dan Dia menyukai keindahan. Maka selalu bersihlah Anda, rapi, dan pakailah parfum. Ibnu Abbas r.a. berkata :
 “ saya menyukai keindahan diri saya sendiri untuk istri saya, seperti halnya saya menyukai keindahan istri saya untuk saya.”
11.Tentang hubungan seksual. Merupakan tugas dari suami untuk mencukupi kebutuhan serta hasrat seksual sang istri. Bisa jadi sekali waktu istri Anda sedang berada dalam masa yang sangat prima berkenaan dengan kesehatan fisik dan psikologisnya.
12.Penuh perhatian. Seorang suami muslim harus sangat perhatian dan penuh perasaan terhadap istrinya. Istri Anda pasti mengalami dan melewati bermacam-macam perubahan baik secara fisik dan psikologis. Pada saat-saat seperti itu, istri Anda sangat memerlukan suatu perlakuan yang mesra dan penuh perhatian, agar istri Anda bisa menghapus kesusahan dan kesedihan yang sedang dialaminya, serta menenangkan perasaannya yang mudah tersentuh.
13.Jagalah kerahasiaan perkawinan Anda. Diriwayatkan dalam sebuah hadist oleh Abu Sa’id Al-Khudry bahwa Rasulullah SAW bersabda :
 “ Sungguh di antara orang yang paling buruk di hadapan Allah SWT pada saat hari kebangkitan adalah laki-laki yang mendatangi istrinya untuk melakukan hubungan badan, dan dia membeberkan rahasia itu (tentang hubungan badan) kepada yang lain.”
14.Bekerja sama dalam melakukan ibadah kepada Allah SWT, sholat berjama’ah dan selalu tingkatkan aktifitas Anda dalam beribadah kepada Allah SWT, seperti bersedekah, dzikir (mengingat Allah SWT), dan sholat pada malam hari (qiyamul lail). Rasulullah SAW bersabda :
 “ Semoga rahmat Allah SWT dilimpahkan kepada laki-laki yang bangun pada malam hari dan membangunkan istrinya untuk sholat bersamanya, dan jika dia menolak maka percikkan air ke wajahnya”.
15.Selalu menunjukkan rasa hormat kepada keluarga dan teman istri Anda.
16.Usahakan untuk mendidik istri Anda tentang islam dan berilah istri Anda nasehat-nasehat.
17.Cemburu yang sewajarnya.
18.Bersabar dan berlaku lembutlah kepada istri Anda. Kendalikan amarah Anda dan buatlah sang istri untuk menghilangkan keragu-raguannya terhadap Anda, dan nasehatilah dia ketika melakukan suatu kesalahan.
19.Jadilah pema’af  dan tegurlah istri Anda dengan cara yang baik dan sampaikan pada saat yang benar-benar tepat.
20.Jadilah seorang suami muslim yang sejati, dan terapkan semua yang pernah dibaca dan dipahami tentang Islam,  dengan arif dan bijaksana.

20 Cara Membahagiakan Suami

Tidak lengkap rasanya jika ada 20 cara membahagiakan istri Anda, tidak ada 20 cara membahagiakan suami Anda. Berikut masih dalam buku yang sama, "Nasihat Indah Untuk Suami Istri", karya Syekh Umar Bakri Muhammad, bagaimana para istri memikat suami mereka. Semoga bermanfaat!
1.Anda adalah sekuntum mawar yang sedang bersinar di rumah Anda. Buatlah disaat suami Anda  masuk ke rumah, dia merasa bahwa kecantikan dan keharuman mawar tersebut, tidak bukan dan tidak lain hanyalah untuknya seorang.
2.Bagaimana caranya agar suami Anda itu bisa merasa damai dan nyaman, baik dengan perbuatan ataupun dengan kata-kata ? Hal itulah yang secara terus menerus Anda selalu usahakan untuk suami Anda. Untuk kesempurnaannya, lakukan itu dengan sepenuh jiwa.
3.Sopan dan penuh perhatianlah Anda ketika berbincang-bincang  dan berdiskusi, jauhkanlah perdebatan dan sikap keras kepala untuk mengemukakan pendapat Anda.
4.Pahami  kebenaran dan keindahan prinsip-prinsip Islam di balik kelebihan sang suami terhadap Anda selaku istri, yang memang terkait dengan kodrat seorang wanita, dan janganlah hal ini dianggap sebagai sesuatu yang dzolim (penindasan).
5.Lembutkanlah suara Anda ketika berbicara dengan sang suami dan pastikan suara Anda tidak meninggi pada saat dia bersama Anda.
6.Pastikan Anda bangun pada malam hari untuk melakukan sholat malam secara rutin, hal ini akan membawa kecerahan dan kebahagiaan pada perkawinan Anda, sungguh mengingat Allah SWT akan membawa ketenangan pada hati Anda.
7.Bersikaplah diam ketika suami Anda sedang marah dan jangan tidur kecuali dia mengijinkannya.
8.Berdirilah dekat suami Anda ketika dia sedang memakai baju dan sepatunya.
9.Buatlah suami Anda merasa bahwa Anda menginginkan sang suami untuk mengenakan baju yang Anda pilih buat dia, pilihlah pakaian itu oleh Anda sendiri.
10.Anda harus sensitif dan memahami kebutuhan suami Anda, untuk menjadikan pernikahan Anda menjadi yang terbaik tanpa menghabiskan waktu Anda.
11.Ketika ada perselisihan pendapat, hendaknya Anda tidak menunggu agar sang suami meminta ma’af kepada Anda (jangan jadikan hal ini sebagai prioritas utama harapan Anda) kecuali kalau suami Anda secara sadar mengakuinya.
12.Rawatlah penampilan dan pakaian suami Anda, biarpun kelihatannya suami Anda malas untuk merawat dan memakainya, tapi yakinlah bahwa dia akan menyukainya sebagaimana teman-temannya juga akan menyukainya.
13.Hendaknya Anda tidak selalu mengandalkan suami Anda untuk berkeinginan melakukan hubungan badan,  sekali-kali Anda mulailah lebih dulu, tentu pada saat  yang tepat.
14.Di malam hari, jadilah seperti pengantin baru buat suami Anda, janganlah Anda beranjak tidur lebih dulu dari sang suami, kecuali kalau dirasa sangat perlu.
15.Janganlah menunggu atau mengharapkan balasan dari semua perbuatan dan kebiasaan baik Anda,  banyak suami karena kesibukan kerjanya, gampang melupakan untuk melakukan hal tersebut,  atau secara tidak sengaja lupa untuk menyampaikan penghargaan yang semestinya kepada Anda.
16.Hendaknya berbuat sesuai dengan keadaan dan kemampuan keuangan yang ada, dan jangan meminta sesuatu yang berlebihan dan mahal.
17.Ketika suami Anda baru pulang dari perjalanan yang lama ataupun bepergian dari tempat yang jauh, sambutlah dia dengan wajah yang ceria dan tunjukkanlah bahwa Anda sangat merindukan kedatangannya.
18.Ingatlah selalu bahwa keberadaan sang suami adalah salah satu sarana mendekatkan diri Anda kepada Allah SWT.
19.Pastikan Anda untuk selalu memperbaharui dan merubah bentuk penampilan Anda, sebagai tanda dan ungkapan  kasih Anda menyambut suami tercinta.
20.Ketika sang suami meminta sesuatu untuk melakukan hal-hal tertentu, maka pastikan Anda melakukannya dengan sigap dan sepenuh hati,  jangan sampai Anda merasa enggan dan lamban.

Rumah Hati untuk Sang Suami

Dengan langkah lunglai, kumasuki pekarangan rumah. Ada perasaan tak nyaman ketika membayangkan memasuki rumah yang telah sepuluh tahun kutempati ini. Bukan karena penghuninya, melainkan karena beban hati yang sedang kuhadapi. Masalah ini sepertinya menyita kedamaian yang bercokol di dalamnya. Sejenak kuhentikan langkah di depan pintu. Mengambil nafas panjang dan kuputar gagang pintu. Suara berderit terdengar, pertanda engselnya telah lama tidak diberi minyak. Aku menangkap deritan itu serupa suara hatiku sekarang ini. Terdengar pilu dan teramat menyedihkan.
Keadaan rumah sepi. Rupanya sang istri sedang memasak di dapur. Si kecil tak diketahui rimbanya, mungkin sedang bermain bola bersama kawan-kawannya di tanah lapang ujung perumahan. Ah, kurebahkan diri di kursi dari anyaman rotan. Lagi-lagi terdengar suara berderit ketika beban tubuhku menimpanya. Aku jadi merasa tersindir. Gampang sekali hari ini suasana hatiku terbawa amarah. Padahal sebelumnya tak pernah seperti ini. Jiwaku pun mudah labil. Terguncang tidak pada tempatnya. Aku mengepalkan tangan lalu meninju pahaku yang tak bersalah.
“Ada apa sih, Pak. Kok kelihatannya kesal gitu,” terdengar suara istriku dari balik ruang dapur. Aku tahu saat ini ia pasti sedang membuatkan kopi untukku setelah pulang kerja, kebiasaan yang tak pernah ditinggalkan semenjak kami menikah sepuluh tahun yang lalu.
“Nggak ada apa-apa, Bu,” suaraku terdengar berat, seperti ada beban yang menguntitnya. Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tangan, lalu kutarik ke atas menyapu rambut. Inilah kebiasaanku kala dilanda masalah yang cukup berat. Kuambil nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Menenangkan diri.
“Ini diminum dulu,” istriku beranjak keluar dari dapur, menghampiriku lalu mengulurkan secangkir kopi hitam dan meletakkannya di meja. Setiap melihat senyuman istriku, sejenak masalah pastilah musnah berganti dengan kedamaian hati. “Aku tahu Bapak sedang ada masalah.Ceritakan saja, Pak. Barangkali istrimu ini bisa membantu,” tawarnya.
Aku mendesah. Kualihkan pandanganku ke langit ruangan. Sebenarnya aku tak ingin istriku tahu permasalahan ini. Aku tak ingin melenyapkan senyuman di wajahnya, tapi mau tak mau suatu waktu memang harus kuungkapkan. Segera. Karena ini tak bisa dibiarkan berlarut-larut.
“Ya udah kalo begitu. Mandi dulu. Handuknya ada di kamar. Tadi barusan dicuci dan dijemur.”
Seulas senyuman kukembangkan membalas perhatiannya. Aku beranjak ke kamar, mengambil handuk, lalu pergi ke kamar mandi. Air kran kubuka. Sebenarnya aku sangat bahagia memiliki istri seperti dia. Cantik, penuh senyum, riang, pengertian, dan juga penuh cinta. Rumah sederhana ini seakan mampu dibuatnya menjadi sebuah surga, dengan seorang bidadari dan pangeran kecil bersamanya. Membuat nyaman penghuninya tak terkecuali para tamu yang singgah ke sini.
Rumah ini hanya berukuran 36 m2. Dua kamar tidur di samping, satu kamar mandi di sudut ruangan, dan satu ruang tamu. Sedang ruang dapur ada di bagian belakang rumah. Terbuka, hanya berdinding seng. Satu pintu dan dua jendela menghadap di muka. Seluruh dinding ruangannya bercat putih. Di halamannya ada sebuah taman tak lebih berukuran 12 m2. Berhiaskan kembang melati juga mawar yang dirawat oleh istri.
Rumah ini berada di pinggiran kota. Kami mencicilnya sepuluh tahun yang lalu semenjak menikah. Kini tinggal hitungan lima tahun lagi kami genap melunasinya. Bagi kami, rumah ini adalah rumah surga. Tempat menumpahkan segala duka lara. Tempat merajut mimpi bersama.
Aku tersadar dari lamunanku. Air di bak mandi meluap bebas. Segera tanganku menjangkau mematikan kran. Kugelengkan kepala. Handuk yang melilit leher, kusampirkan. Tak bersegera mandi malah menyandar punggung di tembok, melamun lagi. Kali ini pikiranku kembali melayang peristiwa siang tadi. Tanganku kembali mengepal bila mengingatnya. Tanpa alasan yang jelas atasanku meminta maaf lebih dahulu sebelum membuka percakapan. Aku kurang mengerti maksudnya. Kemudian dengan muka menunjukkan rasa duka ia mulai membuka dengan beberapa kalimat, “Maaf, Pak Yusuf. Sepertinya perusahaan ini sedang mengalami krisis. Maka dari itu untuk mempertahankannya, kami memutuskan untuk merumahkan sementara beberapa karyawan. Setelah melalui pertimbangan, maka Pak Yusuf pun turut. Maaf.”
Rasanya apa yang dikatakan atasanku mengambang. Apakah aku yang salah dengar? “Maaf, Pak Her. Benar saya akan dirumahkan? Setelah dua belas tahun turut andil membesarkan perusahaan ini. Bekerja semenjak perusahaan ini berdiri!” aku menyebut jasa-jasaku agar mungkin Pak Her mencabut pernyataannya. Tetapi apa yang kudengar kemudian membuat tubuhku semakin lemas. “Kami sudah mempertimbangkan matang-matang. Keputusan ini sungguh berat bagi kami. Namun tak ada jalan lain. Kumohon Pak Yusuf mengerti.”
Kutinggalkan ruangan kantor itu dengan kepala tertunduk lesu. Ingin rasanya berteriak sekencang-kencangnya hingga suara serak. Kutahan seluruh kekecewaanku. Kusapukan senyum kepada semua orang yang kutemui di kantor itu. Ini adalah hari terakhir. Sepantasnya aku memberikan kesan mendalam kepada mereka.
Aku menuju ke bagian administrasi untuk menerima pesangon. Kububuhkan tanda tangan di kwitansi lalu menghambur ke luar ruangan. Kupandangi bangunan perusahaan, rasanya baru kemarin aku masuk kerja di sini. Aku kini serasa bebas. Tak ada lagi ikatan waktu yang membelenggu sebagai seorang karyawan. Kuraba sebuah amplop yang masuk ke tas kerja. Jumlahnya lumayan untuk menafkahi keluarga selama dua bulan ke depan. Jadi aku tak terlalu rumit memikirkannya sekarang, namun apakah istriku akan siap menerima semua ini. Suaminya kini telah berstatus pengangguran? Bagaimana juga nasib Si Kecil, tentang sekolahnya?
“Pak. Udah belum? Budi mau gantian mandi nih,” panggilan Budi dari luar membuyarkan lamunanku. “Sebentar lagi yah,” balasku.
Air dingin segera mambasuh kepalaku. Dinginnya mendamaikan seluruh pikiran. Entah kenapa setiap kali mandi aku merasa lebih tegar. Suasana hati yang rumit kini telah lenggang. Benar juga kata istriku agar aku mandi dulu. Sehabis ini pasti akan ketemuinya dan mengajaknya mengobrol.
Kubenahi pakaian dan memburu ke ruang depan. Ternyata istriku telah menunggu sedari tadi. Senyumnya masih belum surut. “Gimana, agak baikan kan?” ucapnya. Aku tersipu.
Nafas panjang kuhembuskan, membuang beban pikiran yang menghimpit. Dengan pelan akan kukatakan apa yang sedang menjadi masalahku sekarang ini, namun aku bingung harus memulainya dari mana.
“Hmm, bila seseorang menitipkan kita sebuah rumah. Di dalamnya kita bisa mengerjakan sesuatu yang barangkali bisa disebut impian. Lalu karena suatu hal, misalnya empu rumah ingin menjualnya karena sedang butuh duit sehingga kita tak bisa menempati rumah itu lagi. Ikhlaskah kita, Bu?”
Istriku hanya mengangguk. Tak mengucap sepatah apapun. Aku belum bisa menerka apa isi hatinya. Terkadang perasaan perempuan memang sulit ditebak. Mungkin karena yang kubicarakan ini hanya soal rumah yang dititipkan, bukan tentang pekerjaan.
“Kalau yang dititipkan itu adalah sebuah pekerjaan?”
Istriku mendongak. Air mukanya menjadi datar. Alis di keningnya diangkat. Matanya menatap tajam ke arahku. Aku jadi merasa tak nyaman. “Iya, Bu. Maksudku aku dirumahkan karena perusahan sedang merugi hingga ratusan karyawan menjadi korbannya,” kujelaskan apa yang menjadi penyebabnya agar istriku bisa memakluminya.
Bisa kuterima bila ia akan menumpahkan kekecewaannya atau pun ngambek dengan pernyataanku ini. Namun belum ada reaksi apapun. Kami terdiam. Hening. Tak ada percakapan di antara kami. Aku membayangkan surga ini sesaat lagi menjadi neraka bagiku. Semua kebahagian akan berubah menjadi duka gara-gara pekerjaan.
Masih kutunggu jawabannya. Istriku masih diam. Mungkin ia belum siap menerima semua ini atau jangan-jangan shock berat! Ingin kutinggalkan ruangan ini juga rumah ini untuk sementara waktu.
Aku beranjak dari kursi. Membalikkan badan dan terdengar panggilan lirih istriku. Aku mematung. Tiba-tiba sebuah pelukan mendarat di punggungku. Ada rembesan hangat terasa di balik baju.
“Maafkan, Bu. Bila aku telah membuat kecewa.”
“Tak ada yang salah, Pak. Aku bisa menerima semuanya. Aku tak ingin Bapak bersedih terlalu lama memikirkan masalah pekerjaan ini. Aku siap membantu apapun yang terjadi. Suka duka kita siap berbagi bersama.”
Pelukan istriku semakin kuat, hingga aku bisa merasakan detak jantungnya. Air mataku menuruni tebing pipi. Tak dapat kutahan haru ini. Kini aku mengerti, tak ada perhiasan terindah di dunia ini melebihi seorang istri yang shalehah.
Kulepaskan pelukannya. Kubalikkan badan dan kupandangi wajah sendunya. Nampak sebuah senyuman merekah dari bibirnya. Dua detik kemudian kukecup keningnya dengan lembut. “Makasih, Bu, untuk semuanya.”
Aku merasa damai. Istriku tidak saja pandai menjadikan rumahnya seperti surga. Bahkan hatinya telah lama menjadi rumah hati untukku, rumah hati untuk sang suami. Tempat kembali semua rasa, suka maupun duka. Tempat mendamaikan segala lara.

http://kotasantri.com/pelangi/pernik/2011/02/20/rumah-hati-untuk-sang-suami

Fatwa: Adzannya Wanita

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’ ditanya:
Bolehkah wanita mengumandangkan adzan, apakah suara wanita dianggap aurat atau tidak ?
Jawaban
Pertama: Pendapat yang benar dari para ulama menyatakan, bahwa wanita tidak boleh mengumandangkan adzan, karena hal semacam ini belum pernah terjadi pada jaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga tidak pernah terjadi di zaman Khulafa’ur Rasyidin radhiyallohu ‘anhum
Kedua: Dengan tegas kami katakan bahwa suara wanita bukanlah aurat, karena sesungguhnya para wanita di zaman Nabi selalu bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang urusan-urusan agama Islam, dan mereka juga selalu melakukan hal yang sama pada zaman Khulafaur Rasyidin serta para pemimpin setelah mereka. Di zaman itu juga mereka biasa mengucapkan salam kepada kaum laki-laki asing (non mahram) serta membalas salam, semua hal ini telah diakui serta tidak ada seorangpun di antara para imam yang mengingkari hal ini, akan tetapi walaupun demikian tidak boleh bagi kaum wanita untuk mengangkat suaranya tinggi-tinggi dalam berbicara, juga tidak boleh bagi mereka untuk berbicara dengan suara lemah gemulai, berdasarkanm firman Allah.
Artinya: “Hai itri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita-wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik”. (Al-Ahzab : 32)
Karena jika seorang wanita berbicara lemah gemulai maka hal itu dapat memperdaya kaum pria hingga menimbulkan fitnah di antara mereka sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut.
[Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil ifta', VI/82, Fatwa No. 9522]
 artikel muslimah.or.id
[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 117-118, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Yakinlah! Yakinlah Kepada-Nya

dakwatuna.com – Kunci tauhid itu satu: YAKIN.
YAKIN bahwa hanya Allah yang Maha Kuasa terhadap apa yang terjadi di dunia ini
YAKIN bahwa apapun yang terjadi pada diri kita, itu semua dikehendaki oleh Allah
YAKIN bahwa Allah menghendaki kebaikan dan keburukan yang menimpa diri kita dengan suatu tujuan
YAKIN bahwa dalam setiap kejadian yang menimpa kita, itulah keputusan terbaik dari-NYA setelah ikhtiar terbaik yang kita lakukan
YAKIN bahwa doa maupun jeritan hati kita didengar oleh Allah karena DIA begitu dekat
YAKIN bahwa doa adalah senjata ampuh kaum mukmin
Setelah mengikuti acara UI Bertauhid yang diisi oleh KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) sebagai kontemplasi akhir tahun Masehi, yang diadakan pada Selasa, 28 Desember 2010, di Masjid Ukhuwah Islamiyah, Universitas Indonesia, Depok, aku menjadi semakin yakin bahwa memang keyakinan terhadap Rabb itulah yang membuat hidup seseorang menjadi tenang. Jika mendapatkan ujian kesulitan, bersabarlah sedangkan jika mendapatkan ujian kenikmatan maka bersyukurlah. Ya! Memang seharusnya dua hal itulah yang dilakukan kaum mukmin dalam menjalani roda kehidupan ini: bersabar dan bersyukur. Apapun yang terjadi pada diri kita, semua itu dikehendaki oleh Allah. So, jangan pernah takut menjalani hidup, ada Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa. Mintalah padaNYA niscaya DIA akan mendengarkan segala pinta.
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-Ankabut: 2-3)
Sejatinya, hidup ini adalah sebuah perjalanan dari satu ujian menuju ujian berikutnya. Entah itu berupa ujian kesulitan maupun ujian kenikmatan. Setiap kita yang mengaku beriman tidak akan dibiarkan begitu saja, masing-masing diri kita akan diuji sesuai kadarnya masing-masing, bahkan Allah akan menguji di titik terlemah kita. Ujian itulah yang akan membuktikan keimanan kita, apakah kita benar-benar beriman atau hanya mengaku beriman padahal ternyata keimanan kita hanyalah dusta.
Selepas dari kajian Aa Gym ini, aku langsung mendapatkan ujian berkaitan dengan keyakinan pada Allah.
Di suatu siang, di sebuah auditorium FIB UI, ketika aku sedang berada di acara yang menghadirkan mbak Asma Nadia sebagai pembicara, di tengah-tengah asyik memperhatikan isi acara tentang dunia kepenulisan dan perfilman, ada sms datang di layar HPku:
”Lhin, bahan-bahan qta di lemari lab ga ada.. cuma tertinggal benzil klorida. Semuanya udah pd dibuangin ke bak sampah..”
Segera kubalas: ”ya ampuunn.. itu kan ada ionic liquids yang harganya mahal banget.. aduuuhh,, gmana ini?? Kamu tlg cari2 dulu di bak sampahnya ya..”

”Udah aku cari-cari n obrak abrik tong sampah akhir,, tapi gak ketemu Lhin..aku udh mau pingsan niih rasanya..”

Aku langsung teringat bahan berhargaku, bahan penelitian yang begitu butuh perjuangan untuk mendapatkannya. Ionic liquids [BMIM] PF6 yang bernilai 3.5 juta rupiah hanya untuk 5 gram, yang harus didapatkan dari Singapura, yang harus menunggu waktu yang lama dalam pemesanannya. Ya Allah! Padahal penelitianku sudah usai dan tinggal menunggu sidang, kenapa masih ada masalah dengan bahan berhargaku itu??
Hatiku dag dig dug dan segera aku tinggalkan auditorium FIB UI untuk menuju gedung Departemen Kimia UI. Ya! Segera kutinggalkan acara yang sangat menarik itu demi bahan penelitianku yang berharga. Bukan hanya masalah harga yang selangit dari bahan penelitian itu yang membuat hatiku dag dig dug. Ini masalah amanah yang aku emban, amanah untuk menjaga bahan penelitianku yang sangat berharga, yang diberikan oleh dosen pembimbingku. Tak terbayang akan kecewa dan marah besarnya sang dosen pembimbing yang telah mendanai penelitianku jika memang ionic liquids itu benar-benar sudah terbuang ke dalam bak sampah dan hilang begitu saja, padahal aku masih harus menyelesaikan riset ini setelah lulus nanti. Tak terbayang, hubungan yang selama ini sudah terjaga keharmonisannya dengan dosen pembimbingku harus hancur berantakan ketika mengetahui ionic liquids itu sudah dibuang ke bak sampah akhir di gedung Kimia dan tidak bisa ditemukan atau bahkan sudah pecah dan isinya tercampur dengan sampah-sampah. Tak terbayang jika aku harus mengganti ionic liquids itu yang berharga 3.5 juta-an yang mungkin hanya bisa ditutupi dengan honor mengajarku beberapa bulan lamanya.
Sepanjang perjalanan menuju Departemen Kimia UI, pikiranku dipenuhi berbagai hal yang berkecamuk. Mulai dari membayangkan jika benar-benar tidak ditemukan ionic liquids itu, bagaimana reaksi sang dosen pembimbing ketika mengetahuinya, bagaimana aku harus mengganti dan memesan ionic liquids itu kembali, sampai menyalahkan diriku sendiri yang seharusnya mengembalikan segera ionic liquids itu ke dosen pembimbingku bahkan sempat terlintas pikiran yang menyalahkan temanku yang menghilangkan kunci lemari labku.
Astaghfirullahaladzim. Diri ini mencoba beristighfar berkali-kali, membentengi semua pikiran yang berkecamuk, mencoba berusaha untuk tetap tenang. Segera kumasukkan pikiran-pikiran positif: Lhin, semua yang terjadi pada diri kita, itu pasti dikehendaki Allah. Kejadian seperti inipun Allah yang kehendaki, pasti ada sesuatu yang harus kamu ambil hikmahnya dari kejadian ini. Kalau toh pun ionic liquids itu masih jodohmu insya Allah dia akan ketemu, kalaupun dia memang benar-benar hilang atau pecah, ya tentunya memang itulah yang dikehendaki Allah. Masalah uang untuk menggantinya, yakinlah Allah yang akan bukakan jalan. Allah yang menghendaki semua ini, Allah juga yang pasti akan menunjukkan jalan keluarnya. Masalah dengan dosen pembimbingmu, beritahu beliau dan selesaikan urusan ini setelah sidang agar moodnya baik-baik saja ketika sidang nanti dan katakan kamu yang akan bertanggung jawab penuh untuk menggantinya dengan memesan kembali ionic liquids itu. Tenang, tenang, yakinlah, yakinlah, yakinlah padaNYA! Semua akan baik-baik saja..
Benar saja, setelah menumbuhkan pikiran-pikiran positif, diri ini pun kembali tenang. Entah kenapa ada jeritan dalam hati ini, ada keyakinan dalam hati: insya Allah ionic liquids itu masih ada dalam bak sampah akhir itu dan masih baik-baik saja.. Ya Allah, temukanlah, kumohon..
Aku pun sampai di gedung Departemen Kimia UI dan langsung menemui bapak yang bertugas membersihkan lab dan tentunya pula yang membuang ionic liquidsku ke dalam bak sampah. Pak Kiri biasa kami memanggilnya. Aku segera meminta tolong padanya untuk ditunjukkan bak sampah dimana beliau membuang semua bahan-bahan kimia dari lab kimia; akan kumasuki bak sampah itu, akan kukais-kais supaya ionic liquidsku ketemu dan mungkin memang itulah ikhtiar terbaik yang harus dilakukan. Beliau pun menunjukkan dan membantu mengorek-ngorek bak sampah tanpa harus kami memasuki bak sampah itu, cukup mengaisnya menggunakan batang kayu yang cukup panjang.
Dikais-kais beberapa lama tak juga ketemu, bahkan bau sampah pun sudah tak tercium lagi di hidungku, mataku terus memperhatikan setiap sampah botol-botol bahan kimia bercampur belatung yang menggeliat ke sana kemari di atas dedaunan. Dalam pencarian itu, hatiku terus berdoa: “Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami ya Rabb.. kumohon. Jangan kau butakan mata kami untuk tidak dapat melihatnya. Ya Allah, kumohon temukanlah mata kami dengan botol keci coklat bertutup merah itu.. ” , jeritku dalam hati berulang-ulang sambil membayangkan botol kecil berwarna coklat dengan tutup merah yang masih utuh ketika aku menemukannya nanti.
Tak berapa lama kemudian, Pak Kiri berteriak: “Yang ini bukan??”
”Iya Pak! Bener Pak! Yang itu! Yang itu! Alhamdulillah..”, sahutku.
Namun kami agak kesulitan untuk mengambilnya karena bak sampah cukup tinggi juga, kira-kira seleherku. Alhamdulillah, saat itu, di sana ada ibu-ibu pemulung. Sungguh, memang Allah lah yang mempertemukan kami di lokasi bak sampah itu. Akhirnya kami meminta tolong padanya untuk mengambilkan botol kecil yang kami cari ke dalam bak sampah itu. Sang ibu pemulung yang memang sudah terbiasa di tempat seperti itu, segera memasuki bak sampah dan mengambil botol ionic liquidsku dan memberikannya kepada Pak Kiri, dan Pak Kiri-lah yang memberikannya kepadaku.
Ketika akhirnya botol kecil itu berada dalam genggamanku..
”Alhamdulillah.. makasih ya Buuuu.. makasih ya Pak..”
Seketika itu pula ketika ucapan itu keluar dari bibirku, airmataku tumpah dan menderas. Ingin rasanya sujud syukur saat itu juga, tapi lokasinya tak memungkinkan. Temanku pun datang, kami berpelukan sambil menangis; sebuah tangisan haru. Tangisan yang menunjukkan betapa tidak berdayanya kami kecuali tanpa pertolongan dari-NYA. Laa hawla walaa quwwata illabillah..
Sambil berpelukan, di lokasi bak sampah itu aku hanya bisa membayangkan aku benar-benar sedang bersujud syukur. Dan temanku pun akhirnya mengajakku ke gedung kimia untuk sujud syukur di sana. Aku bergegas menuju mushalla kimia, kutundukkan diri ini, sujud ke hadapanNYA, dan menangis sejadi-jadinya; ”Ya Allah, Engkau sungguh baik padaku, tapi apa yang selama ini sudah kulakukan dalam ibadah-ibadahku padaMU?? Sering aku lalai dalam mengingatmu duhai Rabb..”
Sungguh, kontemplasi akhir tahun yang sungguh nikmat bagiku dengan hal seperti ini. Ya! Sepertinya Allah memang ingin menunjukkan hal ini, menunjukkan Kuasa-NYA, dan Allah memberikan cara terbaikNYA untuk menegurku.
Semoga sepenggal kisahku ini bisa diambil hikmahnya bahwa kita bukanlah apa-apa dan bukanlah siapa-siapa. Pada dasarnya kita hanyalah manusia biasa yang tidak berkuasa sedikitpun atas kejadian yang menimpa diri kita. Hanya Allah yang berkuasa atas segalanya maka Yakinlah! Yakinlah padaNYA!. Ketika keyakinan itu tumbuh dalam hatimu, insya Allah hidup kita pun akan tenang. Kita takkan pernah takut seberat apapun ujian kesulitan hidup karena kita YAKIN bahwa Allah yang memberikan ujian kesulitan itu.. Allah pula yang akan menunjukkan jalan keluarnya. Kita tidak akan pernah sombong sebesar apapun ujian kenikmatan karena kita YAKIN bahwa kenikmatan yang kita dapatkan itu semata-mata hanya dari Allah.

Membina Rumah Tangga Idaman

dakwatuna.com – Untuk mengawali tulisan ini, penulis ingin mengemukakan pengakuan seorang istri yang menulis sebuah Buku ‘Ala al-Jisr (di atas jembatan). Buku ini ditulis sebagai bukti kecintaannya kepada suaminya, Amin Khuli . inilah sebagian cuplikan itu…
Tampak pada diri kita, bagi kita dan bersama kita, tanda-tanda Allah yang maha besar. Dia yang telah menciptakan kita dari jiwa yang satu. Kita dulu adalah satu yang tak terbilang, kesatuan yang tak bisa dibagi-bagi. Kisah perjalanan adalah legenda zaman, belum pernah dunia mendengarnya dan tidak mungkin terulang lagi sampai sang waktu akan berakhir punah.
Dr. Aisyah abd. al-Rahman/Bint al-Syati’

Sepanjang sejarah manusia, laki-laki dan perempuan saling membutuhkan satu sama lainnya, bahkan bagi nabi Adam, surga pun terasa kurang lengkap tanpa seorang pendamping (Hawa). Perempuan adalah permata yang memancarkan aura kekuatan yang akan membuat laki-laki menjadi super, dari malas menjadi semangat, dari lemah menjadi kuat, dan dari harapan menjadi kenyataan. Perempuan juga membuat hati yang kasar menjadi lembut, tangis menjadi tawa, dan sebaliknya bisa membuat laki-laki  menjadi sosok yang kejam dan menakutkan. Fakta sejarah membuktikan bahwa dalam setiap kesuksesan orang besar, di belakangnya seringkali ada sosok perempuan yang selalu mensupportnya.  Dan juga sebaliknya, sejarah pertumpahan darah sering kali terjadi demi memperebutkan seorang  perempuan. Qabil adalah actor pertama dalam sejarah pembunuhan manusia yang dilakukan pada saudaranya sendiri Habil, demi sosok perempuan yang bernama Iqlima.
Demikianlah sunnatullah bahwa yang namanya laki-laki membutuhkan perempuan, dan sebaliknya perempuan juga membutuhkan sosok laki-laki, yang akan melindunginya, menjadi imam dalam menempuh perjalanan hidupnya, dan menjadi  pembela dalam setiap desah nafasnya.
Di sinilah dibutuhkan tali sebagai penghubung yang akan mengikat antar keduanya,  membangun bersama rumah surgawi, dan  mencetak  generasi-generasi Islami. Itulah pernikahan. Untuk mewujudkan semua itu, kita harus merumuskan siapakah sosok ideal yang akan menjadi pendamping hidup kita, sehingga kita dan pasangan kita akan merasa menjadi manusia yang paling bahagia. Dan mungkin kelak akan menjadi kenangan indah yang takkan pernah terlupakan sepanjang masa seperti kokohnya Tajmahal yang menjadi lambang kecintaan suami pada istri tercintanya, mumtaz.  Inilah contoh-contoh  untuk membangun ” Baiti Jannati” rumahku adalah surgaku…
Alangkah indahnya punya sosok istri seperti Siti Khadijah, istri yang membuat nabi selalu ingat sepanjang masa, istri yang selalu ada dalam bahagia maupun duka, menghiburnya saat beliau bersedih, dan menjadi tempat curahan keluh-kesahnya.  Sosok istri yang posisinya tak tergantikan sehingga nabi sulit melupakannya, bahkan sampai tiga atau empat tahun setelah kewafatannya baru nabi mencari penggantinya. nabi pernah berkata pada Siti Aisyah “Allah tidak mengganti Khadijah dengan yang lebih baik, dia percaya padaku saat semua orang tidak mempercayaiku, dia membenarkan aku saat semua manusia mendustakanku, berbagi harta denganku saat semua orang mengharamkan padaku. Dan Allah memberikan keturunan darinya dimana Allah mengharamkan dari yang lainnya.
Alangkah bahagianya seorang istri yang mempunyai sosok suami seperti Rasulullah, suami yang memanggil Siti Aisyah dengan sebutan “Ya Humaira’”, suami yang bila istrinya keluar rumah digandeng dan dihantar sampai ke atas kendaraan, sosok suami yang membuat Siti Aisyah menangis terharu saat melihat suaminya tertidur di depan pintu, saat itu nabi kemalaman datang berkunjung ke rumah Siti Aisyah. Paginya Siti Aisyah minta maaf, tapi apa jawaban nabi, tidak Aisyah, aku yang salah, aku terlalu malam datang ke sini.
Alangkah beruntungnya suami yang mempunyai istri seperti Siti Hajar yang rela di tinggal suami di sebuah lembah yang tak berpenghuni dalam keadaan menyusui karena demi sebuah perintah.  Atau seperti istrinya Umar bin Abdul Aziz yang rela meninggalkan harta perhiasannya dan memilih ikut bersama suaminya. Dan masih banyak contoh-contoh sosok suami-istri yang membangun rumah tangganya bak taman surgawi.
Namun alangkah malangnya suami-Istri yang tidak bisa saling membahagiakan, tidak bisa saling mengalah, dan tidak bisa saling mengerti. Alangkah malangnya suami jika punya istri yang berkarir hingga pulang larut malam, tidak ada yang menyambut suami ketika datang dari kantor , tidak ada senyum manis sang istri di depan pintu, dan istri sudah tidak sempat lagi membuatkan masakan untuk suaminya. Semuanya pada sibuk, rumah hanya sebagai tempat istirahat dengan segala kelelahan yang dibawa dari tempat kerja masing-masing, rumah hanya menjadi tempat pelampiasan kemarahan, pertengkaran sering mewarnai keseharian, dan ketika di tegur, Istri selalu berdalih emansipasi wanita yang kadang dengan alasan seperti ini istri sering melupakan kewajibannya. Anak-anak kurang mendapatkan kasih sayang, dan suami sudah tidak lagi merindukan senyum sang istri. Apakah keluarga seperti ini yang dirindukan? “
Baiti Jannati” rumahku adalah surgaku bukan untuk diimpikan tapi harus diusahakan. Kebahagiaan tidak datang begitu saja, harus ada upaya dari keduanya. Suami-istri harus bisa merawat,  saling melengkapi satu sama lain, dan saling memahami hak dan kewajiban masing-masing sehingga rumah tangga itu bisa tetap utuh. Dengan saling memahami dan berusaha untuk saling memberikan yang terbaik, Insya Allah rumah surgawi akan menjadi kenyataan bukan hanya impian.

Mensosialisasikan Jilbab dan Busana Muslimah

dakwatuna.com – Allah SWT berfirman :
“Hai anak Adam, kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu, dan untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang terbaik bagi kamu.” (Al-A’raf: 26)
Islam adalah agama fitrah. Karena itu, dalam segala urusan kehidupan manusia yang bersifat duniawi, Islam lebih banyak mengikuti ketentuan yang sesuai dengan fitrah manusia yang sempurna. Termasuk di dalamnya adalah masalah pakaian. Islam tidak pernah menentukan ataupun memaksakan suatu bentuk pakaian yang khusus bagi manusia. Islam tidak mempersoalkan model pakaian yang dipakai oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu, bahkan Islam mengakui setiap bentuk pakaian dan arah hidup manusia.
Islam secara tegas telah menetapkan batas-batas penutupan aurat bagi laki-laki dan perempuan. Islam mewajibkan kaum lelaki menutup auratnya dengan pakaian yang sopan, diutamakan dari pusar hingga lutut, sedangkan bagi wanita, diwajibkan menutup seluruh anggota badannya, kecuali wajah dan telapak tangannya.
Jika dilihat dari banyak kasus seperti pelecehan akhlaq, kemesuman, dan perzinahan, salah satu sebabnya ialah karena kebebasan wanita memakai pakaian yang tidak sopan, ajaran Islam sungguh merupakan suatu solusi alternatif yang paling tepat.
Pakaian gaya Barat dirancang bukannya untuk menutup aurat, tetapi untuk mendatangkan syahwat. Menghias diri memakai make up bukannya untuk suami di rumah, tetapi ditujukan untuk menarik perhatian orang di jalan atau pertemuan umum. Selera hidup mereka pun karena tidak dibimbing oleh agama dan lebih terdorong oleh hawa nafsunya, telah menyebabkan budaya mode-mode pakaian mereka yang serba wah, mewah, dan memancing nafsu.
Akibatnya, pergaulan antara pria dan wanita cenderung tidak mengenal kehormatan diri dan tidak lagi didasari oleh iman dan akhlaq yang terpuji. Duduk-duduk berduaan dengan lain jenis ditempat sunyi amat mudah dilakukan di mana saja, dan oleh siapa saja. Sehingga, perbuatan zina pun seakan-akan sudah tidak dianggap sebagai suatu kejahatan, selama hal itu dilakukan dengan dasar suka sama suka antara yang bersangkutan.
Sikap dan perilaku tidak terhormat seperti digambarkan di atas sangat dibenci oleh Islam. Sehingga untuk mencegah dan menangkalnya, Islam telah mensyariatkan pemakaian jilbab bagi wanita muslim.
Allah SWT berfirman :

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri orang-orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu.” (Al-Ahzab: 59)
Ayat ini menegaskan bahwa wanita-wanita mukmin diperintah untuk menjulurkan jilbabnya, yakni memakai hijab untuk menutup auratnya. Adapun yang dimaksud dengan jilbab atau hijab itu adalah sejenis baju kurung dengan kerudung yang longgar bentuknya, yang didesain supaya dapat menutup kepala, muka, dan dada. Model pakaian seperti itu sudah umum dipakai oleh kaum muslimah karena merupakan simbol penampilan wanita pribadi yang shalihah.
Rasulullah saw bersabda, “Wahai Asma’, sesungguhnya wanita itu bila sudah menstruasi (baligh) tidak pantas terlihat tubuhnya kecuali ini dan ini. Dan beliau menunjukkan muka dan telapak tangannya.” (HR Abu Dawud dan Aisyah)
Syariat Islam mewajibkan wanita mengenakan jilbab, yakni berpakaian yang benar-benar menutup aurat, tidak lagi agar kaum wanita tidak terjerumus menjadi alat penggoda bagi setan untuk melecehkan akhlaq dan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan pakaian yang sesuai dengan kaidah Islam itu, setidaknya akan melindungi pemakainya dari godaan setan yang jelalatan di jalanan. Bagi wanita yang memakai jilbab pada umumnya bisa merasakan adanya semacam kendala diri untuk tidak melakukan hal-hal yang terlarang dan dicela oleh syara. Dengan kata lain, jilbab dapat dikategorikan sebagai pengontrol perilaku wanita guna menyelamatkan kehormatan dirinya dari berbagai macam godaan dan rongrongan setan.
Di samping itu, dengan tertutupnya aurat, wanita muslim tidak mudah dijadikan permainan oleh orang-orang yang berniat jahat, terutama kaum lelaki yang mata keranjang dan suka mengganggu kehormatan kaum hawa. Di dalam tubuh wanita diibaratkan ada perhiasan yang harus dijaga. Jika dijaga dengan penutup yang rapat, niscaya perhiasan tersebut akan mudah jadi sasaran kerlingan mata siapa saja. Jadi, sangat berbeda dengan kaum wanita yang gemar mengumbar auratnya di muka umum dengan pakaiannya yang tak senonoh. Kelompok wanita ini, seperti biasanya, akan mudah dituduh sebagai wanita yang tidak berakhlaq mulia dan berselera rendah.
Rasulullah saw bersabda :

“Seseorang wanita yang menanggalkan pakaiannya di luar rumah, yakni membuka auratnya untuk laki-laki lain, maka Allah Azza wa Jalla akan mengelupaskan kulit tubuh si wanita itu.” (HR Imam Ahmad, Thabrani, Hakim, dan Baihaki)
Dulu, jilbab yang merupakan identitas busana muslimah ini pernah menjadi isu politik di sementara negeri-negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Bahkan ketika itu, masyarakat Islam sendiri umumnya masih menganggap bahwa jilbab merupakan busana eksklusif yang hanya dipakai oleh kalangan santri di pondok pesantren atau siswa pada sekolah agama. Sekarang, alhamdulillah, jilbab telah memasyarakat dan menyeruak ke segenap lapisan masyarakat; dipakai oleh kalangan luas, baik santri, pelajar, mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, maupun para wanita karir, di desa maupun di kota-kota besar.
Mengapa busana muslimah sampai di zaman modern ini tetap digemari dan dirasa cocok, baik oleh kawula muda maupun kaum tua?
Selain karena alasan syara, bentuk pakaian jilbab memang tak pernah ketinggalan jaman, dan akan tetap eksis atau bertahan di tengah-tengah masyarakat. Sebab, sebenarnya mode busana muslimah itu tidaklah statis. Boleh-boleh saja ia mengalami renovasi atau pembaharuan mode yang mengacu kepada modernisasi, sebagaimana yang kini telah banyak ditampilkan oleh para perancang mode, asalkan semua itu tidak terlepas dari kaidah-kaidah yang ada dalam Al-Qur’an dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai akhlakul karimah.
Kenyataan ini patut kita banggakan, lebih-lebih dalam rangka membentengi kaum wanita dari persaingan mode-mode pakaian Barat yang semakin norak dan tidak berakhlaq. Kenyataan ini bisa terjadi karena sesungguhnya hukum Islam membolehkan orang Islam mengenakan pakaian dengan bentuk dan model apa saja sesuai dengan zaman dan budaya bangsanya, asalkan dapat berfungsi untuk menutup aurat dan tidak menjurus kepada pemborosan atau kesombongan atau bermegah-megahan. Sebab, Rasulullah saw telah memperingatkan : “Allah tidak akan melihat dengan rahmat pada hari kiamat kepada orang yang memakai kainnya (pakaian) karena sombong.” (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa meninggalkan pakaian yang mewah-mewah karena tawadhu kepada Allah, padahal ia mampu membelinya, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di muka sekalian manusia untuk disuruh memilih sendiri pakaian iman yang mana yang ia sukai untuk dipakainya.” (HR Tirmidzi)

Sandal Jepit Isteriku

Selera makanku mendadak punah. Hanya ada rasa kesal dan jengkel yang memenuhi kepala ini. Duh, betapa tidak gemas, dalam keadaan lapar memuncak seperti ini, makanan yang tersedia tak ada yang memuaskan lidah. Sayur sop rasanya manis bak kolak pisang, sedang perkedelnya asin tak ketulungan.
“Ummi… Ummi, kapan kamu dapat memasak dengan benar? Selalu saja, kalau tak keasinan, kemanisan, kalau tak keaseman, ya kepedesan!” Ya, aku tak bisa menahan emosi untuk tak menggerutu. “Sabar Bi, Rasulullah juga sabar terhadap masakan Aisyah dan Khodijah. Katanya mau kayak Rasul? Ucap isteriku kalem.
“Iya. Tapi Abi kan manusia biasa. Abi belum bisa sabar seperti Rasul. Abi tak tahan kalau makan terus menerus seperti ini!” Jawabku masih dengan nada tinggi.
Mendengar ucapanku yang bernada emosi, kulihat isteriku menundukkan kepala dalam-dalam. Kalau sudah begitu, aku yakin pasti air matanya merebak.
*******
Sepekan sudah aku ke luar kota. Dan tentu, ketika pulang benak ini penuh dengan jumput-jumput harapan untuk menemukan baiti jannati di rumahku. Namun apa yang terjadi? Ternyata kenyataan tak sesuai dengan apa yang kuimpikan. Sesampainya di rumah, kepalaku malah mumet tujuh keliling. Bayangkan saja, rumah kontrakanku tak ubahnya laksana kapal pecah. Pakaian bersih yang belum disetrika menggunung di sana sini. Piring-piring kotor berpesta-pora di dapur, dan cucian, wouw! berember-ember. Ditambah lagi aroma bau busuknya yang menyengat, karena berhari-hari direndam dengan deterjen tapi tak juga dicuci. Melihat keadaan seperti ini aku cuma bisa beristigfar sambil mengurut dada.
“Ummi… Ummi, bagaimana Abi tak selalu kesal kalau keadaan terus menerus begini?” ucapku sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Ummi… isteri sholihah itu tak hanya pandai ngisi pengajian, tapi dia juga harus pandai dalam mengatur tetek bengek urusan rumah tangga. Harus bisa masak, nyetrika, nyuci, jahit baju, beresin rumah?”
Belum sempat kata-kataku habis sudah terdengar ledakan tangis isteriku yang kelihatan begitu pilu. “Ah…wanita gampang sekali untuk menangis,” batinku. “Sudah diam Mi, tak boleh cengeng. Katanya mau jadi isteri shalihah? Isteri shalihah itu tidak cengeng,” bujukku hati-hati setelah melihat air matanya menganak sungai.
“Gimana nggak nangis! Baru juga pulang sudah ngomel-ngomel terus. Rumah ini berantakan karena memang Ummi tak bisa mengerjakan apa-apa. Jangankan untuk kerja, jalan saja susah. Ummi kan muntah-muntah terus, ini badan rasanya tak bertenaga sama sekali,” ucap isteriku diselingi isak tangis. “Abi nggak ngerasain sih bagaimana maboknya orang yang hamil muda…” Ucap isteriku lagi, sementara air matanya kulihat tetap merebak.
Hamil muda?!?! Subhanallah … Alhamdulillah…
********
Bi…, siang nanti antar Ummi ngaji ya…?” pinta isteriku. “Aduh, Mi… Abi kan sibuk sekali hari ini. Berangkat sendiri saja ya?” ucapku.
“Ya sudah, kalau Abi sibuk, Ummi naik bis umum saja, mudah-mudahan nggak pingsan di jalan,” jawab isteriku.
“Lho, kok bilang gitu…?” selaku.
“Iya, dalam kondisi muntah-muntah seperti ini kepala Ummi gampang pusing kalau mencium bau bensin. Apalagi ditambah berdesak-desakan dalam dengan suasana panas menyengat. Tapi mudah-mudahan sih nggak kenapa-kenapa,” ucap isteriku lagi.
“Ya sudah, kalau begitu naik bajaj saja,” jawabku ringan.
*******
Pertemuan dengan mitra usahaku hari ini ternyata diundur pekan depan. Kesempatan waktu luang ini kugunakan untuk menjemput isteriku. Entah kenapa hati ini tiba-tiba saja menjadi rindu padanya. Motorku sudah sampai di tempat isteriku mengaji. Di depan pintu kulihat masih banyak sepatu berjajar, ini pertanda acara belum selesai. Kuperhatikan sepatu yang berjumlah delapan pasang itu satu persatu. Ah, semuanya indah-indah dan kelihatan harganya begitu mahal. “Wanita, memang suka yang indah-indah, sampai bentuk sepatu pun lucu-lucu,” aku membathin.
Mataku tiba-tiba terantuk pandang pada sebuah sendal jepit yang diapit sepasang sepatu indah. Kuperhatikan ada inisial huruf M tertulis di sandal jepit itu. Dug! Hati ini menjadi luruh. “Oh….bukankah ini sandal jepit isteriku?” tanya hatiku. Lalu segera kuambil sandal jepit kumal yang tertindih sepatu indah itu. Tes! Air mataku jatuh tanpa terasa. Perih nian rasanya hati ini, kenapa baru sekarang sadar bahwa aku tak pernah memperhatikan isteriku. Sampai-sampai kemana-mana ia pergi harus bersandal jepit kumal. Sementara teman-temannnya bersepatu bagus.
“Maafkan aku Maryam,” pinta hatiku.
“Krek…,” suara pintu terdengar dibuka. Aku terlonjak, lantas menyelinap ke tembok samping. Kulihat dua ukhti berjalan melintas sambil menggendong bocah mungil yang berjilbab indah dan cerah, secerah warna baju dan jilbab umminya. Beberapa menit setelah kepergian dua ukhti itu, kembali melintas ukhti-ukhti yang lain. Namun, belum juga kutemukan Maryamku. Aku menghitung sudah delapan orang keluar dari rumah itu, tapi isteriku belum juga keluar. Penantianku berakhir ketika sesosok tubuh berabaya gelap dan berjilbab hitam melintas. “Ini dia mujahidah (*) ku!” pekik hatiku. Ia beda dengan yang lain, ia begitu bersahaja. Kalau yang lain memakai baju berbunga cerah indah, ia hanya memakai baju warna gelap yang sudah lusuh pula warnanya. Diam-diam hatiku kembali dirayapi perasaan berdosa karena selama ini kurang memperhatikan isteri.
Ya, aku baru sadar, bahwa semenjak menikah belum pernah membelikan sepotong baju pun untuknya. Aku terlalu sibuk memperhatikan kekurangan-kekurangan isteriku, padahal di balik semua itu begitu banyak kelebihanmu, wahai Maryamku. Aku benar-benar menjadi malu pada Allah dan Rasul-Nya. Selama ini aku terlalu sibuk mengurus orang lain, sedang isteriku tak pernah kuurusi. Padahal Rasul telah berkata: “Yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap keluarganya.”
Sedang aku? Ah, kenapa pula aku lupa bahwa Allah menyuruh para suami agar menggauli isterinya dengan baik. Sedang aku terlalu sering ngomel dan menuntut isteri dengan sesuatu yang ia tak dapat melakukannya. Aku benar-benar merasa menjadi suami terzalim!
“Maryam…!” panggilku, ketika tubuh berabaya gelap itu melintas. Tubuh itu lantas berbalik ke arahku, pandangan matanya menunjukkan ketidakpercayaan atas kehadiranku di tempat ini. Namun, kemudian terlihat perlahan bibirnya mengembangkan senyum. Senyum bahagia.
“Abi…!” bisiknya pelan dan girang. Sungguh, baru kali ini aku melihat isteriku segirang ini.
“Ah, betapa manisnya wajah istriku ketika sedang kegirangan… kenapa tidak dari dulu kulakukan menjemput isteri?” sesal hatiku.
******
Esoknya aku membeli sepasang sepatu untuk isteriku. Ketika tahu hal itu, senyum bahagia kembali mengembang dari bibirnya. “Alhamdulillah, jazakallahu…,” ucapnya dengan suara mendalam dan penuh ketulusan.
Ah, Maryamku, lagi-lagi hatiku terenyuh melihat polahmu. Lagi-lagi sesal menyerbu hatiku. Kenapa baru sekarang aku bisa bersyukur memperoleh isteri zuhud (**) dan ‘iffah (***) sepertimu? Kenapa baru sekarang pula kutahu betapa nikmatnya menyaksikan matamu yang berbinar-binar karena perhatianku?

Ketika Allah Bilang tidak …..

Ketika manusia berdo’a, “Ya Allah ambillah kesombonganku dariku.”Allah berkata, “Tidak. Bukan Aku yang mengambil, tapi kau yang harus menyerahkannya.”Ketika manusia berdo’a, “Ya Allah sempurnakanlah kekurangan anakku yang cacat.”Allah berkata, “Tidak. Jiwanya telah sempurna, tubuhnya hanyalah sementara.”Ketika manusia berdo’a, “Ya Allah beri aku kesabaran.”

Allah berkata, “Tidak. Kesabaran didapat dari ketabahan dalam menghadapi cobaan, tidak diberikan, kau harus meraihnya sendiri.”Ketika manusia berdo’a, “Ya Allah beri aku kebahagiaan.”Allah berkata, “Tidak. Kuberi keberkahan, kebahagiaan tergantungkepadamu sendiri untuk menghargai keberkahan itu.”Ketika manusia berdo’a, “Ya Allah jauhkan aku dari kesusahan.”Allah berkata, “Tidak.
Penderitaan menjauhkanmu dari jerat duniawi dan mendekatkanmu pada-Ku.”Ketika manusia berdo’a, “Ya Allah beri aku segala hal yangmenjadikan hidup ini nikmat.” Allah berkata, “Tidak. Aku beri kau kehidupan supaya kau menikmati segala hal.”Ketika manusia berdo’a, “Ya Allah bantu aku MENCINTAI orang lain,Sebesar cinta-Mu padaku. Allah berkata… “Akhirnya kau mengerti .!!”Kadang kala kita berpikir bahwa Allah tidak adil, kita telah susah payah memanjatkan doa, meminta dan berusaha, pagi-siang-malam, tapi tak ada hasilnya. Kita mengharapkan diberi pekerjaan, puluhan-bahkan ratusan lamaran telah kita kirimkan tak ada jawaban sama sekali, sementara orang laindengan mudahnya mendapatkan pekerjaan. Kita sudah bekerja keras dalam pekerjaan mengharapkan jabatan, tapi justru orang lain yang mendapatkannya-tanpa susah payah.Kita mengharapkan diberi pasangan hidup yang baik dan sesuai, berakhirdengan penolakkan dan kegagalan, orang lain dengan mudah bergante pasangan.Kita menginginkan harta yang berkecukupan, namun kebutuhanlah yang terus meningkat.


Coba kita bayangkan diri kita seperti anak kecil yang sedangdemam dan pilek lalu kita melihat tukang es. Kita yang sedang panas badannya merasa haus dan merasa dengan minum es dapat mengobati rasa demam(maklum anak kecil). Lalu kita meminta pada orang tua kita (seperti kita berdoamemohon pada Allah) dan merengek agar dibelikan es. Orangtua kita tentulebih tahu kalau es dapat memperparah penyakit kita. Tentu dengan segaladalih kita tidak dibelikan es. Orangtua kita tentu ingin kita sembuh dulubaru boleh minum es yang lezat itu. Begitu pula dengan Allah, segala yangkita minta Allah tahu apa yang paling baik bagi kita.


Mungkin tidak sekarang, atau tidak di dunia ini Allah mengabulkannya. Karena Allah tahu yang terbaik yang kita tidak tahu. Kita sembuhkan dulu diri kita sendiri dari “pilek” dan “demam”…. dan terus berdoa.

Sebelas Kiat Menata Keluarga Islami

Bagaimanakah wujud keluarga Islami itu? Bayangan anda tentang suami isteri yang bertingkah laku bagai malaikat serta rahmat Allah yang senantiasa melimpahi kebutuhan hidup mereka tentu bukanlah gambaran yang benar. Ajaran Islam sendiri merupakan ajaran yang dirancang bagi manusia yang memiliki berbagai kelemahan dan kekurangan dan siap diterapkan dalam berbagai keadaan yang menyertai hidup manusia. Jadi, jika anda menemui goncangan-goncangan yang menyangkut diri anda dalam masalah pribadi, hubungan dengan suami atau isteri dan anak-anak, atau dalam berbagai kondisi yang menyertai keluarga, janganlah anda panik dulu atau merasa dunia hampir kiamat. Sebab, justru dalam momen seperti itulah anda dapat memperlihatkan komitmen sebagai seseorang sebelum dibuktikannya melalui amal kehidupan.
Ada beberapa hal yang patut anda perhatikan dalam upaya menumbuhkan keluarga bahagia menurut ajaran Islam atau dalam menghadapi berbagai persoalan, diantaranya;
1. Fikrah yang jelas
Pemikiran Islami tentang tujuan-tujuan dakwah dan kehidupan keluarga merupakan unsur pentng dalam perkawinan. Ini adalah syarat utama.Keluarga islami bukanlah keluarga yang tenang tanpa gejolak. Bukan pula keluarga yang berjalan di atas ketidakjelasan tujuan sehingga melahirkan kebahagiaan semu. Kalaulah Umar bin Khattab menggebah para pedagang di pasar yang tidak memahami fiqih (perdagangan), maka layak dipandang sebagai sebuah kekeliruan besar seseorang yang menikah namun tak memahami dengan jelas apa hakekat pernikahan dalam Islam dan bagaimana kaitannya dengan kemajuan dakwah.
2. Penyatuan idealisme
Ketika ijab qobul dikumandangkan di depan wali, sebenarnya yang bersatu bukanlah sekedar jasad dua makhluk yang berlainan jenis. Pada detik itu sesungguhnya tengah terjadi pertemuan dua pemikiran, perjumpaan dua tujuan hidup dan perkawinan dua pribadi dengan tingkat keimanan masing-masing. Karena itu, penyatuan pemikiran dan idealisme akan menyempurnakan pertemuan fisik kedua insan.
3. Mengenal karakter pribadi
Kepribadian manusia ditentukan oleh berbagai unsur lingkungan: nilai yang diyakini dan pengaruh sosialisasi perilaku lingkungan terdekat serta lingkungan internal (sifat bawaan) itu sendiri. Mengenal secara jelas karakter pasangan hidup adalah bekal utama dalam upaya penyesuaian, penyeimbangan dan bahkan perbaikan. Satu catatan penting mengenai hal ini ialah anda harus menyediakan kesabaran selama proses pengenalan itu berlangsung, sebab hal itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
4. Pemeliharaan kasih sayang
Sikap rahmah (kasih sayang) kepada pasangan hidup dan anak-anak merupakan tulang punggung kelangsungan keharmonisan keluarga. Rasulullah SAW menyapa Aisyah dengan panggilan yang memanjakan, dengan gelar yang menyenangkan hati. Bahkan beliau membolehkan seseorang berdiplomasi kepada pasangan hidupnya dalam rangka membangun kasih sayang. Suami atau isteri harus mampu menampilkan sosok diri dan pribadi yang dapat menumbuhkan rasa tenteram, senang kerinduan. Ingat, di atas rasa kasih sayanglah pasangan hidup dapat membagi beban, meredam kemelut dan mengurangi rasa lapar.
5. Kontinuitas tarbiyah
Tarbiyah (pendidikan) merupakan kebutuhan asasi setiap manusia. Para suami yang telah aktif dalam medan dakwah biasanya akan mudah mendapatkan hal ini. Namun, isteri juga memiliki hak yang sama. Penyelenggaraannya merupakan tanggung jawab suami khususnya, kaum lelaki muslim umumnya. Itulah sebabnya Rasulullah SAW meluluskan permintaan ta’lim (pengajaran) para wanita muslimah yang datang kepada beliau. Beliau memberikan kesempatan khusus bagi pembinaan wanita dan kaum ibu (ummahaat). Perbedaan perlakuan tarbiyah antara suami dan isteri akan membuat timpang pasangan itu dan akibatnya tentu kegoncangan rumah tangga.
6 Penataan ekonomi
Turunnya Surat al Ahzab yang berkaitan dengan ultimatum Allah SWT kepada para isteri Nabi SAW, erat kaitannya dengan persoalan ekonomi. Islam dengan tegas telah melimpahkan tanggung jawab nafkah kepada suami, tanpa melarang isteri membantu beban ekonomi suami jika kesempatan dan peluang memang ada, dan tentu selama masih berada dalam batas-batas syari’ah. Ditengah-tengah tanggung jawab dakwahnya, suami harus bekerja keras agar dapat memberikan pelayanan fisik kepada keluarga. Sedangkan qanaah (bersyukur atas seberapa pun hasil yang diperoleh) adalah sikap yang patut ditampilkan isteri. Persoalan-persoalan teknis yang menyangkut pengelolaan ekonomi keluarga dapat dimusyawarahkan dan dibuat kesepakatan antara suami dan isteri. Kebahagiaan dan ketenangan akan lahir jika di atas kesepakatan tersebut dibangun sikap amanah (benar dan jujur).
7. Sikap kekeluargaan
Pernikahan antara dua anak manusia sebenarnya diiringi dengan pernikahan ”antara dua keluarga besar”, dari pihak isteri dan juga suami. Selayaknyalah, dalam batas-batas yang diizinkan syari’at, sebuah pernikahan tidak menghancurkan struktur serta suasana keluarga. Pernikahan janganlah membuat suami atau isteri kehilangan perhatian pada keluarganya (ayah, ibu, adik, kakak dan seterusnya). Menurunnya frekuensi interaksi fisik (dan ini wajar) tidak boleh berarti menurun pula perhatian dan kasih sayang. Sebaliknya, perlu ditegaskan juga bahwa pernikahan adalah sebuah lembaga legal (syar’i) yang harus dihormat keberadaannya. Sebuah kesalahan serius terjadi tatkala seorang isteri atau suami menghabiskan perhatiannya hanya untuk keluarganya msing-masing sehingga tanggung jawabnya sebagai pasangan keluarga di rumahnya sendiri terbengkalai.
8. Pembagian beban
Meski ajaran Islam membeberkan dengan jelas fungsi dan tugas elemen keluarga (suami, isteri, anak, pembantu) namun dalam pelaksanaannya tidaklah kaku. Jika Rasulullah SAW menyatakan bahwa seorang isteri adalah pemimpin bagi rumah dan anak-anak, bukan berarti seorang suami tidak perlu terlibat dalam pengurusan rumah dan anak-anak. Ajaran Islam tentang keluarga adalah sebuah pedoman umum baku yang merupakan titik pangkal segala pemikiran tentang keluarga. Dalam tindakan sehari-hari, nilai-nilai lain, misalnya tentang itsar (memperhatikan dan mengutamakan kepentingan orang lain), ta’awun (tolong menolong), rahim (kasih sayang) dan lainnya juga harus berperan. Itu dapat dijumpai dalam riwayat yang sahih betapa Nabi SAW bercengkrama dengan anak dan cucu, menyapu rumah, menjahit baju yang koyak dan lain-lain.
9. Penyegaran
Manusia bukanlah robot-robot logam yang mati. Manusia mempunyai hati dan otak yang dapat mengalami kelelahan dan kejenuhan. Nabi SAW mengeritik seseorang yang menamatkan Al Quran kurang dari tiga hari, yang menghabiskan waktu malamnya hanya dengan shalat, dan yang berpuasa setiap hari. Dalam ta’lim beliau SAW juga memberikan selang waktu (dalam beberapa riwayat per pekan), tidak setiap saat atau setiap hari. Variasi aktivitas dibutuhkan manusia agar jiwanya tetap segar. Dengan demikian, keluarga yang bahagia tdak akan tumbuh dari kemonotonan aktivitas keluarga. Di samping tarbiyah, keluarga membutuhkan rekreasi (perjalanan, diskusi-diskusi ringan, kemah, dll).
10. Menata diri
Allah SWT mengisyaratkan hubungan yang erat antara ketaqwaan dan yusran (kemudahan), makhrojan (jalan keluar). Faktor kefasikan atau rendahnya iman identik dengan kesukaran, kemelut dan jalan buntu. Patutlah pasangan muslim senantiasa menata dirinya masing-masing agar jalan panjang kehidupan rumah tangganya dapat diarungi tanpa hambatan dan rintangan yang menghancurkan.
11. Mengharapkan rahmat Allah
Ketenangan dan kasih sayang dalam keluarga merupakan rahmat Allah yang diberikan kepada hamba-hambaNya yang Salih. Rintangan-rintangan menuju keadaan itu datang tidak saja dari faktor internal manusia, namun juga dapat muncul dari faktor eksternal termasuk gangguan syaitan dan jin. Karena itu, hubungan vertikal dengan al Khaliq harus dijaga sebaik mungkin melalui ibadah dan doa. Nabi SAW banyak mengajarkan doa-doa yang berkaitan dengan masalah keluarga.
Wallahu a’lamu.
http://halaqohdakwah.wordpress.com/2008/11/19/sebelas-kiat-menata-keluarga-islami/

 free web counter Counter Powered by  RedCounter

About this blog

Semoga media ini bisa menambah timbangan amalku di akhirat kelak, Amiin Ya Rabbal 'alamiin. kirimkan kritik dan saran ke alamat penjagaquran@gmail.com

Buletin Jum'at

Fatwa Rasulullah

Doa dan Dzikir Rasululah SAW

Biografi Tokoh

1 day 1 ayat

Download


ShoutMix chat widget
The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di Dadaku