Sa'ad bin abi Waqqash

~Pemanah Pertama Dalam Islam~


Sa’ad adalah seorang pemuda dari kalangan keluarga terhormat di Makkah. Ayah dan ibunya berasal dari keluarga Manaf, yang merupakan keluarga dari garis keturunan Ibunda Rasulullah saw, Aminah binti Wahab. Dengan demikian ia termasuk salah seorang paman Baginda Rasulullah. Ia pun termasuk dalam 10 Sahabat Rasulullah yang dijamin masuk Surga.

Sebelum keislamannya, Sa’ad merupakan pemuda yang luar biasa mandiri. Disaat usianya sudah mencapai 17 tahun, ia sudah memiliki pekerjaan yang layak. Ia bekerja sebagai pembuat peralatan memanah yang ahli dan diakui dikalangan penduduk Makkah. Ia termasuk pemuda yang saat itu tidak peduli dengan Agama dan kepercayaan penduduk Makkah yang Musyrik. Ia sangat mencintai dan mentaati Ibunya.

Seolah menanti perubahan pada diri dan lingkungannya, Sa’ad yang saat itu sudah mencapai kematangan berpikir dan kedewasaan bertindak, segera menerima Hidayah yang disampaikan Rasulullah saw. Maka tercatatlah ia dalam sejarah sebagai orang ketiga yang masuk Islam. Dengan kharisma dan wibawanya, ia berhasil membujuk beberapa pemuda yang berstatus sosial tinggi untuk mengikutinya ke dalam Hidayah Allah swt.
Keislaman Sa’ad membuat Rasul sangat bergembira, karena Beliau melihat pada diri Sa’ad keberanian dan kedewasaan yang akan membantu Kaum Muslimin dalam mengahadapi cobaan-cobaan yang menanti didepan sana.
Allah swt selalu memberikan cobaan-cobaan kepada orang-orang yang telah mengaku beriman. Sesuai dengan ayat dalam surat Al-Ankabuut ayat 2-3 :



أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا


آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُون


َوَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ


صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّالْكَاذِبِينَ



“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (2)Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (3)


Tak terkecuali Sa’ad. Allah swt memberikan Sa’ad ujian yang luar biasa berat. Ujian ini datang melalui Ibunya. Saat Ibunya mendengar bahwa sang anak telah masuk Islam, ia sangat khawatir, dikarenakan orang-orang yang telah masuk Islam berasal dari kalangan miskin dan para budak, para pembesar-pembesar Quraisy tidak akan segan-segan menyiksa bahkan membunuh mereka. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran pertama Ibunda Sa’ad. Ia kemudian meminta Sa’ad untuk kembali ke Agama dan kepercayaan nenek moyang. Sa’ad menolak dengan halus sambil berkata “Sungguh aku telah menemukan kebenaran wahai Ibunda, dan aku takkan meninggalkan Agama Islam walau apapun yang terjadi.” Ibunya yang memiliki watak keras kepala dan keras pendirian kemudian melakukan cara lain agar Sa’ad keluar dari Agama Islam. Ibunya mengetahui bahwa Sa’ad adalah anak yang berbakti semenjak kecil, ia sangat mencintai Ibunya dan pasti akan sangat khawatir apabila terjadi sesuatu pada Ibunya. Maka ia berkata kepada Sa’ad “ Wahai Sa’ad, Sungguh aku akan berpuasa dan takkan berbuka hingga kau keluar dari Agama Muhammad dan meninggalkannya.” Maka sang Ibupun benar-benar meaksanakan apa yang diucapkannya. Ia menahan haus dan lapar berhari-hari, Sa’ad sebagai anak yang berbakti terus menerus menawarinya makan dan Ibunya terus menerus menolaknya.

Namun hal ini tidak menggoyahkan Iman Sa’ad. Sa’ad berkata, “Wahai Ibunda, sesungguhnya saya sangat mencintai ibunda, namun saya lebih mencintai Allah dan RasulNya. Demi Allah! Seandainya Ibunda memiliki seribu nyawa, dan Allah mencabutnya satu per satu dari tubuh Ibunda untuk memaksaku keluar dari Agama Islam, sungguh aku tidak akan meninggalkan Islam sebagai Agama.”

Melihat kesungguhan Sa’ad, akhirnya Ibunyapun mengalah dan kemudian menerima Hidayah Allah swt. Berkenaan dengan hal ini Allah menurunkan ayat yang menjelaskannya, yaitu surat Luqman ayat 14-15 :


وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ



وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي



وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ






وَإِن جَاهَدَاكَ عَلى أَن تُشْرِكَ بِي




مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا




فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفاً وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ



ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ


Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (14)
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.(15)
Sebagai seorang pemuda yang sangat mahir dalam memanah, Sa’ad tidak pernah ketinggalan dalam setiap peperangan. Dalam perang Badar, Sa’ad berangkat menuju medan laga bersama adiknya Umair. Umair saat itu masih remaja dan belum beberapa lama mencapai Aqil Baligh, sehingga beberapa sahabat beranggapan bahwa ia tidak layak mengikuti peperangan. Namun dengan bantuan dari Sa’ad, Umair meminta izin kepada Nabi Muhammad agar dapat mengikuti peperangan pertama dalam Islam ini. Ia menangis agar dapat ikut berjihad, Akhirnya Rasulpun mengizinkan.

Seusai peperangan, Sa’ad pulang ke Madinah seorang diri bersama seluruh sisa pasukan Umat Islam yang memenangkan peperangan. Sedangkan Umair tercatat sebagai salah seorang Syuhada yang gugur di Badar. Itu adalah peperangan pertama Umair, sekaligus terakhir baginya dalam Islam.
Tatkala perang Uhud meletus, tak ketinggalan pula Sa’ad beserta Busur dan panahnya. Perang berkecamuk hingga titik dimana Umat Islam hampir memenangkan peperangan, hingga pasukan pemanah yang ditempatkan Rasul di bukit yang tinggi dapat melihat Ghanimah(Harta Rampasan) yang bergeletakan di medan perang. Mereka berbondong-bondong turun untuk memperebutkannya, hingga hanya tesisa beberapa orang saja di atas bukit yang mematuhi perintah Rasul agar tidak meninggalkan pos mereka. Salah satu dari yang bertahan tersebut ialah Sa’ad.

Melihat hal ini, komandan pasukan berkuda musuh, Khalid Bin Walid, tanpa ragu mengambil kesempatan untuk mengitari bukit yang tidak dijaga dan menyerang Kaum Muslimin yang lengah dengan Ghanimah. Serangan ini bahkan menyebabkan Rasulullah kehilangan penjagaan dan terkena panah di rahangnya. Saat itu hanya sejumlah kecil kaum Muslimin yang melindungi Rasulullah saw termasuk Sa’ad di dalamnya, dengan kemahiran memanahnya ia mengusir musuh satu-persatu hingga menjauh dari Rasulullah saw. Saat itu bahkan Rasulullah sempat menjamin anak-anak panah Sa’ad dengan Ibu-Bapaknya. Rasul berkata, “ Panahlah hai Sa’ad! Ayah-Ibuku menjadi jaminan bagimu.”

Dengan prestasi dan keahliannya dalam berbagai pertempuran yang pernah diikutinya, ia kemudian diangkat sebagai Panglima tertinggi Umat Islam dalam peperangan Qadisiyah pada masa kepemimpinan Khalifah Umar r.a. Ia memimpin sekitar 30.000 pejuang Muslim. Di dalamnya terdapat 99 pejuang yang pernah mengikuti Perang Badar, sekitar 319 Sahabat yang ikut dalam Bai’atur Ridhwan, 300 pahlawan yang ikut membebaskan kota Makkah, serta 700 lebih Putra-putra para sahabat.

Khalifah Umar r.a sebelum mengirimkan Sa’ad ke medan perang sempat menasihatinya, “Hai Sa'ad! Janganlah engkau terpesona, sekalipun engkau paman Rasulullah, dan sahabat beliau. Sesungguhnya Allah tidak menghapus suatu kejahatan dengan kejahatan. Tetapi Allah menghapus kejahatan dengan kebaikan. Hai, Sa'ad! Sesungguhnya tidak ada hubungan kekeluargaan antara Allah dengan seorangpun melainkan dengan mentaati-Nya. Segenap manusia sama di sisi Allah, baik ia bangsawan atau rakyat jelata. Allah adalah Rabb mereka, dan mereka semuanya adalah hamba-hamba-Nya. Mereka berlebih-berkurang karena taqwa, dan memperoleh karunia dari Allah karena taat. Perhatikan cara Rasulullah yang engkau telah ketahui, maka tetaplah ikuti cara beliau itu". Dengan berbekal nasihat dari sang Khalifah, maka berangkatlah ia dan pasukannya ke Medan Jihad.

Sesampainya di dekat medan Jihad, Sa’ad memerintahkan seluruh pasukannya untuk bersiaga dan bersiap-siap akan peperangan yang begitu dahsyat. Ia saat itu sedang menderita sakit, yang membuatnya sulit untuk berdiri dan menderita jika berbaring. Ia hanya dapat mengkomandoi pasukannya dari anjungan tempat peristirahatannya. Dengan suaranya yang berwibawa ia mengobarkan semangat Jihad pada psukannya, hingga akhirnya runtuhlah pasukan Persia dibawah kepemimpinannya. Sebelum wafatnya, Sa’ad masih sempat memimpin beberapa pertempuran yang dimenangkannya.

Menjelang wafatnya, ia meminta keluarganya untuk mengkafaninya hanya dengan jubah yang lusuh, ia berpesan kepada keluargnya, “Kafanilah aku dengan kain ini, sungguh aku mendapatkannya pada perang badar, dan aku ingin bertemu Allah denga kain ini.”

Pada tahun 54 H wafatlah sang pemanah pertama dalam Islam. Umat Islam kehilangan seorang panglima pemberani yang telah dijamin Allah dengan surgaNya. Selamat jalan wahai pahlawan perang Uhud, selamat jalan wahai Paman Rasulullah.

0 komentar:

Posting Komentar

 free web counter Counter Powered by  RedCounter

About this blog

Semoga media ini bisa menambah timbangan amalku di akhirat kelak, Amiin Ya Rabbal 'alamiin. kirimkan kritik dan saran ke alamat penjagaquran@gmail.com

Buletin Jum'at

Fatwa Rasulullah

Doa dan Dzikir Rasululah SAW

Biografi Tokoh

1 day 1 ayat

Arsip Blog

Download


ShoutMix chat widget
The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di Dadaku